Wednesday, July 12, 2006

Moral Melawan Korupsi

(catatan: tulisan ini dimuat di kolom Opini Harian SIB, 17 Juli 2006)


Perlawanan terhadap korupsi adalah sebuah perjuangan besar. Besarnya perjuangan bukan hanya disebabkan karena pelakunya banyak namun lebih kepada kancah perlawanan yang semakin luas. Kalau dulu kita melihat bahwa konsep koruptor hanyalah pada mereka yang bekerja di birokrasi, kini semakin meluas. Kita melihat bagaimana ”sayap” korupsi melibas mereka yang bekerja di sektor hukum, legislatif, bahkan para pengusaha. Semuanya memperlihatkan bagaimana massifikasi korupsi berjalan dengan amat parah di negeri ini.
Hal itu sebenarnya sudah disadari benar oleh pemerintah. Itu sebabnya secara kualitatif, hampir tidak ditemukan kesulitan dalam memberikan ijin terhadap mereka yang tersangkut kasus korupsi, bahkan pejabat negara sekalipun. Sampai sekarang, ijin pemeriksaan sudah diberikan kepada banyak Gubernur, Bupati dan Walikota. Bahkan anggota DPRD di seluruh Indonesia pun tidak luput dari pemberian ijin ini.
Sampai sekarang, berdasarkan data yang ada, jumlah terdakwa kasus korupsi di Indonesia sudah mencapai 1000-an orang. Itu berarti telah terjadi pembengkakan kasus korupsi di Indonesia, secara khusus sejak pemerintahan ini menjadikan korupsi sebagai target utama. Beruntunglah bahwa pemerintah ini memang cukup jeli mengangkat isu karena isu korupsi tetap menjadi perhatian bagi publik. Setiap kali terdapat pembongkaran kasus korupsi, perhatian publik tetap saja tersita ke arah pelakunya.
Kita menyadari bahwa pemberantasan korupsi memang sebuah hal penting. Dan itu pasti memakan waktu yang lama. Presiden Yudhoyono sendiri sudah menyatakan bahwa untuk membersihkan Indonesia, diperlukan waktu setidaknya satu generasi. Dan itu setidaknya memakan waktu 15 tahun, seperti pernah diungkapkan oleh Presiden.

Persoalan
Melihat waktu yang lama itu, terang saja ada rasa lelah dalam menyaksikan perubahan. Sebab bagaimanapun tidak mudah menyaksikan mereka yang berperilaku korup terus saja bergerak dan menggunakan uang negara untuk kepentingannya sendiri. Belum lagi dengan masalah dimana para pelaku penegak hukum bisa saja tercemar idealismenya dalam menempuh waktu itu. Hal itu wajar saja karena pelaku korupsi punya uang untuk menyuap dan menyogok hamba hukum. Bagi mereka hal itu sangat mudah dilakukan karena uang yang mereka korupsi lebih besar dari uang yang harus mereka ”korbankan”.
Kelelahan sebenarnya bisa dipaksakan diterima jika saja kita menyaksikan arah yang baik dan jelas. Hanya saja persoalan utama yang kita lihat dalam perlawanan melawan korupsi adalah belum jelasnyas titik tujuan.
Dari sudut pandang pemerintah sendiri, hendak kemana perlawanan ini dibawa belum jelas. Perlawanan terhadap korupsi kini malah kelihatannya melenceng dan bergerak bagaikan bola liar, melibas mereka yang sebenarnya tidak terlalu signifikan dalam memberikan pelajaran atas korupsi yang dilakukannya.
Perlawanan terhadap korupsi membutuhkan korban yang signifikan. Artinya, mereka yang menjadi target harus mampu memenuhi kriteria sebagai korupsi yang tidak dapat dimaafkan lagi, korupsi yang sangat besar, dan terutama adalah korupsi yang jika pelakunya diberikan hukuman akan membuat jera yang lain. Ini yang kurang dilakukan oleh pemerintah.
Perlawanan terhadap korupsi kelihatannya menjadi lakon politik. Ada kritik ketika hal ini pernah dilontarkan yaitu bahwa pemerintah menggunakan prinsip tebang pilih. Menurut kita, tebang pilih tetapi signifikan bisa saja karena dikarenakan oleh keterbatasan pemerintah, ketidakmampuan mengganjar semua pelaku serta keinginan mencari popularitas. Hal itu sah-sah saja, namun jangan sampai menjadi rule yang baku. Bagaimanapun, penegakan korupsi tidak bisa dikerjakan dengan memilih dan memilah targetnya, kecuali dengan mempertimbangkan argumentasi tadi di atas, itupun hanya dilakukan dalam waktu yang singkat saja.
Jargon mengenai korupsi memang pernah dibentangkan amat lebar oleh pemerintah. Namun sayangnya, hal itu kemudian lenyap ketika pemerintah disibukkan oleh berbagai hal menyangkut masalah bencana dan sebagainya. Akibatnya yang kita saksikan sekarang ini, ”moral” melawan korupsi kelihatannya mulai menurun.
Moral melawan korupsi yang kita saksikan ini adalah sebuah semangat bersama yang muncul dalam diri semua orang di negeri ini. Moral ini terbentuk karena ada persamaan keinginan dan harapan untuk menyaksikan negeri ini bebas dari korupsi. Moralitas inilah yang kini melemah. Masyarakat seakan tidak percaya pada pemerintah. Masyarakat tidak bersemangat lagi karena kembali kepada konsep tadi, bahwa pemerintah hanya mengandalkan moralitas sebatas kepentingan politik saja.
Padahal masyarakat memerlukan ikon pemberantasan korupsi di masyarakat. Karena masalah korupsi sudah lama terjadi, semangat perlawanan seharusnya dipelihara dan dipertahankan. Perlawanan diupayakan jangan sampai kendor dan melemah. Karena sekali sudah menurun, maka akan sangat sulit membangkitkan kembali perlawanan terhadap korupsi.

Redefinisi
Maka diperlukan setidaknya beberapa hal. Pertama, komitmen. Pemerintah harus berbicara lagi kepada masyarakat mengenai komitmennya ini. Pemerintah harus menggairahkan ulang moral melawan korupsi ini supaya masyarakat yang tadinya mengalami ”perdarahan” semangat, bisa bangkit dan bersemangat untuk melawan korupsi. Namun hal ini bergantung kepada penerjemahannya di lapangan.

Aparat penegak hukum pemberantas korupsi, misalnya KPK, Kejaksaan Agung dan aparat kepolisian harus memiliki komitmen ini. Komitmen diperlukan tentunya supaya mata pisau penanganan korupsi jangan sampai tumpul di tengah jalan. Para penegak hukum harus terus menerus menegakkan integritas dan moralitas mereka sebagai pemberantas dan bukannya yang kelak kemudian harus pula diberantas. Mereka yang bekerja harus memiliki semangat dan daya juang supaya kasus korupsi jangan menjadi mentah dan tidak lagi berarti karena ketidakmampuan mereka menahan godaan. Karenanya, mekanisme seleksi dan pengawasan internal harus benar-benar ditegakkan dengan baik.
Kedua, kreatifitas. Pelaku korupsi jelas bukan anak kemarin sore yang hanya bisa pasrah. Mereka semakin lihai dan semakin kreatif dalam menyembunyikan aksinya. Karena itu mereka pun harus dilawan dengan cara dan jurus kreatif pula. Pemerintah harus terus berpikir, berencana dan menggunakan ide yang baik untuk melawan korupsi. KPK misalnya kini sedang menyiapkan jurus baru untuk menjegal mereka yang mengkorup uang negara sampai di tingkat birokrasi terendah. Jika tidak dapat membuktikan kekayaan, maka kekayaan yang ada disita untuk negara.
Belakangan ada keinginan pemerintah untuk menerbitkan sebuah aturan baru mengenai perlunya bukti awal atas laporan korupsi yang akan dilakukan menggunakan mekanisme internal. Kita harap bukan pada caranya, namun kepada tujuannya. Kita berharap bahwa tujuan melawan korupsi jangan sampai dimatikan sendiri oleh pemerintah dengan caranya membunuh diri sendiri. Moralitas melawan korupsi jangan sampai dibunuh sendiri oleh pemerintah ini.
Sebagai bangsa yang sedang berjuang untuk memperbaiki diri, kita perlu mengingatkan pemerintah bahwa komitmen dan kreatifitas membangun moral melawan korupsi harus terus menerus digagas dan diperjuangkan oleh pemerintah. Bangsa ini sudah lama berada dalam cengkeraman korupsi karena itu harus ditata moralitasnya melawan korupsi secara terus menerus tanpas kenal lelah. Hal ini amat penting dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh pemerintah

No comments: