Friday, May 25, 2007

FOKUS UN, Memang Perlu Dipersiapkan Matang

Ruang pengadilan memang masih berbicara keadilan. Dalam sidang gugatan yang diajukan oleh mereka yang merasa menjadi korban Ujian Nasional tahun lalu, pengadilan memutuskan bahwa pemerintah telah lalai dalam mempersiapkan UN sehingga mengakibatkan hak asasi penggugat atas pendidikan yang layak tidak terpenuhi.

Kemenangan ini jelas sebuah langkah maju. Warga negara Indonesia sendiri telah memberikan bukti bahwa mereka hanyalah menjadi korban dari sebuah kebijakan bernama UN.

Lagi-lagi kita membuktikan bahwa UN adalah sebuah pelanggaran hukum. Dalam kasus yang mencuat belakangan ini, berdasarkan laporan Komunitas Air Mata Guru di Medan, kecurangan UN justru telah menjadi bukti bahwa asumsi pemerintah mengenai peningkatan prestasi melalui UN hanyalah utopis semata. UN telah menjadikan pendidikan tercerabut dari akarnya yang sebenarnya.

Kebijakan UN memang bisa kita nilai sebagai kebijakan yang salah kaprah. Dengan kebijakan itu seluruh lembaga pendidikan di Indonesia, dimana pun dan pada jenjang apapun dianggap memiliki awal yang sama. Padahal sejatinya tidak demikian.

Pemerintah seolah menutup mata dari fakta bahwa pendidikan kita masih penuh dengan carut marut. Yayasan Nurani Dunia misalnya pernah menunjukkan fakta kerusakan bangunan sekolah di Jawa Barat, sebuah provinsi yang begitu dengan pemerintah pusat. Tetapi nyatanya kerusakan itu seolah dibiarkan.

Pemerintah selalu punya dalih. Pemerintah menyatakan bahwa pemerintah tidak dapat membiayai pembangunan sekolah, pengadaan guru dan lain sebagainya. Padahal untuk pekerjaan tersebut, pemerintah telah mendapatkan amanah dari konstitusi kita sendiri mengenai alokasi anggaran sebesar 20 persen dari APBN.

”Keberanian” pemerintah melanggar sendiri harapan yang telah disampaikan oleh penyusun konstitusi jelas merupakan sebuah pelanggaran. Maka jika diurutkan ke belakang, kasus yang memenangkan gugatan warga negara ini sebenarnya sudah bisa ditebak memang harus mengalahkan pemerintah. Pengadilan oleh Mahkamah Konstitusi telah memenangkan gugatan PGRI yang meminta pemerintah memperhatikan dengan benar bagaimana upaya mengalokasikan anggaran pendidikan dalam APBN.

Memang kita harus akui bahwa pemerintah kesulitan dalam membangun pendidikan kita. Tetapi solusi hal itu bukan tidak pernah ada. Pemerintah harus bercermin dari apa yang dengan usaha sendiri dilakukan oleh masyarakat.

Yayasan Sampoerna misalnya telah mengalokasikan diri bertahun-tahun yang lalu untuk memberikan beasiswa kepada para siswa dan guru yang tidak mampu untuk bersekolah dan meneruskan pendidikannya. Melalui dana yang disisihkan oleh perusahaannya, pemilik perusahaan tersebut memberikan bantuan kepada sekolah yang tidak mampu.

Pada level yang lebih praktis lagi, kelemahan pemerintah sesungguhnya telah ditutupi oleh berbagai elemen masyarakat yang membuka sekolah, lembaga pendidikan sampai universitas sekalipin. Jadi sesungguhnya sungguh alangkah banyaknya potensi masyarakat yang telah menggantikan tugas pemerintah.

Dengan contoh itu kita mengerti bahwa masalah pendidikan seharusnya benar-benar serius disikapi oleh pemerintah. Kebijakan UN benar-benar harus ditinjau ulang karena secara hukum pemerintah telah kehilangan posisi hukum untuk mempertahankannya. Tidak harus demi sebuah kebijakan yang menelan anggaran miliaran rupiah itu kita terus menerus berdebat. Hukum telah memutuskan hal itu dan pemerintah berkewajiban melaksanakannya

Read More......

FOKUS Premanisme, Berantas Tuntas

Untuk urusan premanisme, aparat Kepolisian memang harus terus bekerja keras. Aksi premanisme di masyarakat telah menyebabkan keresahan dan ketidaktenangan warga masyarakat. Karena itu sejatinya para preman harus dibekuk dan diberantas tuntas.

Aksi bergaya preman itulah yang terjadi di Jakarta. Dua organisasi massa bentrokan akibat berebut lahan parkir. Karenanya, terjadi perkelahian dan menewaskan dua orang. Kematian sia-sia akibat tindakan premanisme itu kemudian memicu persoalan karena yang merasa dirugikan kemudian melakukan tindakan anarkis. Mereka memancing kelompok lawannya dengan melakukan aksi provokasi. Spontan, aksi ini kemudian dihadang dengan keras oleh polisi. Mereka yang membawa senjata tajam dan menganggu keamanan warga masyarakat kemudian dibubarkan secara paksa oleh polisi.

Kasus premanisme di tengah masyarakat memang bervariasi. Baik dari segi tindakan maupun dari sudut pandang namanya saja, jelas itu merupakan sebuah gangguang ketertiban umum. Dan tugas polisilah untuk menertibkan hal itu.

Entah bagaimana awalnya muncul, tetapi premanisme di negeri ini biasanya berlindung di balik nama organisasi massa. Mereka mendirikan organisasi dengan berbagai bentuk dan wujud. Dengan menggunakan nama itu mereka melakukan tindakan pemerasan termasuk kepada warga masyarakat yang tidak tahu menahu.

Salah satu aksi yang pernah marak dan secara diam-diam masih terus terjadi adalah tindakan melakukan kapling atas berbagai fasilitas publik. Ada yang membagi lahan parkir, pasar, pusat perbelanjaan, perkantoran, sampai dengan fasilitas pemerintah. Semuanya awalnya mereka lakukan atas dasar pengamanan.

Namun semakin terlihat bahwa mereka melakukannya tidak dengan tulus. Beberapa di antaranya bahkan melakukan pengamanan dengan melakukan pengrusakan terlebih dahulu, lalu kemudian menawarkan jasa seolah tulus. Padahal di baliknya kita tahu bahwa aksi itu sama sekali jauh dari maksud menolong.

Pada gilirannya, aksi premanisme memang benar-benar meresahkan masyarakat. Dengan dalih apapun itu, perilaku ini telah mengganggu sistem kemasyarakatan sehingga tidak lagi berdasarkan rekatan atas dasar solidaritas tetapi dengan membudayakan kekerasan.
Kasus bentrokan antar kelompok adalah puncak dari perseteruan tidak sehat yang tercipta karena ormas yang ada telah melupakan makna dari keberadaan mereka. Mereka yang seharusnya bergerak untuk memberdayakan masyarakat justru harus menjadikan diri sebagai alat pencipta kekerasan di masyarakat.

Di Sumatera Utara, beruntung bahwa baik Kapolda Sumut maupun Kapoltabes telah dengan sungguh-sungguh menggaruk para preman yang berlindung di balik apapun itu ormasnya. Kita sangat tenang karena perburuan terhadap para preman telah benar-benar melumpuhkan nyali mereka yang tadinya amat berkuasa kini menjadi sangats ketakutan. Kita mengucapkan rasa bangga karena polisi telah benar-benar menunjukkan kekuatan dan kesungguhannya memberantas premanisme.

Namun perlu langkah yang lebih luas lagi. Premanisme yang berlindung di bawah payung ormas harus ditertibkan. Seiring dengan itu maka diperlukan pembangunan moral dan budaya bangsa sehingga yang dihasilkan adalah ketertiban yang berasal dari tanggung-jawab bersama. Dan ini memerlukan kerja keras dan kesungguhan dari kita semua. Penciptaan ketertiban dan penegakan hukum oleh aparat negara niscaya akan mengindarkan bangsa kita dari cara-cara penertiban ala ormas yang bergaya preman. Kita mendukung perburuan preman yang dirintis di Sumatera Utara dan semoga bisa berpengaruh ke seluruh wilayah lain di negeri ini

Read More......

FOKUS Benahi Birokrasi Kita

Koreksi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara mengenai pengelolaan aparatur negara dan system pemerintahan secara keseluruhan, patut direnungkan. Taufiq Effendi menyatakan bahwa sistem kita memang aneh. Bagaimana mungkin bahwa pemerintah yang mengangkat para menterinya sebagai pembantu tidak dapat melakukan koreksi kepada para gubernur dan bupati hanya karena mereka dipilih secara langsung.

Andaikan itu bersifat keluhan maka jelas ini merupakan sebuah koreksi atas lambannya perjalanan roda pemerintahan selama ini. Sebagaimana kita ketahui pemerintah dituding sangat lamban bertindak dalam banyak hal. Bahkan pemerintah sering datang setelah masalah diselesaikan oleh masyarakat sendiri.

Ditengarai, hal ini disebabkan karena sistem yang ada. Dan memang sebagaimana disampaikan sendiri oleh Men-PAN, pemerintahan kita sering berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya keterpaduan dan kesatuan gerak langkah. Akibatnya yang terjadi adalah kekacauan. Di permukaan, semuanya seolah bekerja padahal tidak.

Tidak usah jauh-jauh. Pada kasus yang sedang menghangat belakangan ini, bagaimana mungkin sertifikat tanah warga masyarakat Meruya bisa dikeluarkan, sementara tanah tersebut sedang berperkara? Ini adalah sebuah logika yang sangat sulit dimengerti oleh kita semua.

Demikian juga dengan berbagai kasus-kasus tanah, sengketa, perdebatan bahkan di dalam banyak kasus, menjadi sumber dari persoalan yang mengemuka secara politik. Lihat saja kasus pengumpulan dana non-budgeter. Pemerintah sudah menginstruksikan bahwa dana negara harus dimasukkan ke dalam dana APBN, apapun itu bentuknya. Melalui rekening negara yaitu Menteri Keuangan jelas-jelas pemerintah menyakan hal itu kepada parlemen.

Tetapi kenyataannya tidak demikian. Pemerintah sendiri seolah tak sanggup menutup ribuan rekening yang dibuka oleh lembaga negara sendiri. Rekening-rekening itu berpotensi menjadi sumber korupsi yang dilakukan sendiri oleh para penyelenggara negara. Maka secara tidak langsung, korupsi memang sudah disuburkan pula oleh negara dalam hal ini pemerintah sendiri.

Fakta lain adalah adanya peraturan yang tumpang tinduh antar instansi bahkan antar daerah. Kasus pungutan yang bersifat retribusi yang kemudian ditimpa oleh pungutan pajak dan kemudian disusul oleh pajak-pajak lainnya, menyebabkan para pengusaha harus gulung tikar karena tak kuat menahan tekanan. Mereka harus dibebani oleh puluhan permintaan sementara iklim yang kondusif untuk berusaha sering sekali tidak mereka dapatkan.

Pemerintah memang kelihatannya belum melakukan apa-apa atas ”kekacauan” birokrasi yang terjadi ini. Pemerintah hanya berdiam diri saja. Pada tataran manajerial, Presiden seolah menikmati terjadinya hal ini. Presiden sering melakukan kegiatan yang berupa single fighter. Masyarakat kemudian merasa bahwa justru Presiden sendiri tidak memberdayakan para pembantunya.

Inilah yang menjadi tantangan pemerintahan kita. Lembaga negara, departemen, instansi, badan dan berbagai unit pemerintahan berada pada posisi masing-masing tetapi sulit untuk bisa bekerjasama. Masing-masing terjebak dalam ego sektoral karena memiliki kepentingan masing-masing.

Sampai kapan pun kita akan sulit mendapatkan kualitas hasil pemerintah yang bermutu, baik itu berupa program, kebijakan maupun solusi atas masalah karena semuanya dibuat secara parsial. Kita harus mengubah maintenance atas hal ini sehingga semuanya bisa menjadi satu kesatuan yang utuh. Birokrasi dan sistem yang berada di dalamnya adalah ujung tombak dalam rangka memberdayakan masyarakat dan melayani masyarakat

Read More......

FOKUS Permainan Politik Interpelasi

Hak interpelasi DPR terhadap sikap pemerintah yang mendukung resolusi pemberian sanksi terhadap Iran dalam kasus Iran semakin serius disikapi. Untuk pertama kalinya, DPR berhasil mendukung secara penuh hak interpelasi sampai dengan tahapan sekarang ini. Sebelumnya, DPR selalu saja berhenti ketika mengusung interpelasi karena para pengusulnya balik badan. Tercatat interpelasi soal impor beras, kenaikan harga BBM, adalah catatan betapa hak interpelasi telah dimainkan secara tidak konsisten oleh parpol di parlemen.

Kini hak interpelasi sudah bergulir. Sejauh ini, hanya ada 2 fraksi yang menolak pengajuan usulan ini secara resmi, yaitu Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PPP. Selebihnya, mendukung dengan berbagai catatan.

Kelihatannya, sikap pemerintah memang sangat ditunggu. Dalam perkembangan selanjutnya, sesuai dengan wawancara yang disampaikan oleh berbagai anggota pengusulnya, terlihat benar bahwa ada semacam ketidakpuasan yang meluas di antara para anggota DPR itu.

Terlihat sekali bahwa usulan interpelasi ini sebenarnya merupakan upaya untuk menaikkan posisi tawar DPR terhadap Presiden yang mewakili pemerintah. Sejak pemerintah semakin lebih kuat dan hampir-hampir tanpa koreksi, jelas saja para wakil rakyat ini kelihatan warnanya.

Mereka tidak dapat memperlihatkan diri sebagai wakil rakyat yang kritis dan minimal bisa berbicara dalam wacana-wacana taktis yang bisa menaikkan pamor. Menuju Pemilu 2009, jelas mereka butuh itu. Dan jika hanya berdiam diri saja tanpa melakukan apa-apa, maka para wakil rakyat ini bisa kehilangan dukungan dari konstituennya.

Maka wajar saja dalam membentuk dukungan dan usulan terhadap interpelasi, terjadi koalisi lintas partai. Partai Golkar yang selama ini mendukung program pemerintah karena Wakil Presiden berasal dari partai berlambang beringin ini, malah lebih lantang bersuara. Demikian juga dengan anggota DPR lain dari fraksi lain.

Kita kini menyaksikan bahwa hak interpelasi yang kini disampaikan sebenarnya hanya merupakan sebuah permainan politik baru bagi anggota DPR. Selama ini mereka memang kehilangan momentum-momentum politik karena garisan partai sudah harus mereka ikuti. Tetapi tidak kali ini ketika masa depan parpol dan anggota DPR itu sendiri harus benar-benar diperjuangkan.

Kelihatan jelas memang bahwa pemerintah kita sangat kuat dalam wacana. Popularitas pemerintah meski menurun belakangan ini, sangat jauh mengalahkan mereka yang duduk di parlemen meski dulunya sangat vokal. Kita tahu inilah kelemahan koalitas sempurna yang dibangun oleh Presiden Yudhoyono. Ruginya, parpol dan fraksi sebagai perpanjangan tangannya di parlemen akhirnya kehilangan ”gigi” untuk bisa berbicara atas nama konstituennya. Maka kini yang menikmati keuntungan atas hal-hal ini adalah pemerintah dan bukannya parlemen.

Apakah hak interpelasi ini berguna bagi masyarakat? Jelas tidak. kalau dilihat dari sudut pandang topiknya saja, hal ini amat jauh panggang dari api. Masalah masyarakat adalah persoalan kemiskinan dan pengangguran sementara nuklir Iran sama sekali tidak menyentuh hal demikian. Maka sekalipun pemerintah berhasil diminta menarik dukungannya, hal itu sama sekali tidak menolong masyarakat keluar dari krisis. Resolusi terhadap hak interpelasi ini sudah bisa ditebak. Masyarakat sama sekali tidak akan mendapatkan kelegaan baru, misalnya. Permainan politik yang kurang begitu enak dilihat dengan jelas sedang terpampang di hadapan kita kini

Read More......

FOKUS Hukum Kita Belum Berwibawa

Persoalan hokum mencuat beberapa pekan ini. Salah satunya dalam kasus yang melibatkan puluhan hektar tanah masyarakat di Kecamatan Meruya Selatan, Jakarta. Kasus yang sempat menghebohkan seluruh masyarakat itu untuk sementara berlangsung adem karena belakangan PN Jakarta Barat menyatakan tidak akan melakukan eksekusi. Meski demikian, PT Portanigra, perusahaan yang sempat dimenangkan oleh MA menyatakan bahwa masyarakat harus siap melepas haknya atas tanah kalau proses hukum di pengadilan memenangkan pihak perusahaan.

Kasus ini menjadi sebuah perhatian kita di tengah carut marutnya hukum nasional kita. Harus kita akui, hukum belumlah menjadi panglima di tengah-tengah tata tertib hubungan di tengah masyarakat maupun dalam bernegara.

Salah satu sebab yang menonjol adalah bahwa hukum masih dianggap hanya sebagai alat kekuasaan. Hukum dijadikan sebagai instrumen yang menghukum mereka yang berhadapan dengan penguasa. Bahkan terkadang, mereka yang berkuasa, baik karena membeli hukum maupun yang karena kekuasaannya menyandang status sebagai hamba hukum, justru mempermainkan hukum tadi.

Dalam kasus sengketa tanah di Meruya tadi misalnya, rakyat telah diabaikan hak-haknya atas tanah karena hukum tidak berpihak pada mereka. Secara faktual, sertifikat tanah masyarakat dianggap tidak sah, padahal yang mengeluarkan sertifikat tersebut adalah negara. Dan negara adalah pemegang kedaulatan tertinggi atas penerapan hukum. Nyatanya, negara justru telah bertindak tidak adil.

Menjadikan hukum tergantung kepada preverensi dan vested interested, tak ayal telah menyeret negara kita ke dalam kekacauan psikologis. Masyarakat sudah tidak lagi merasa bahwa mereka akan dibela haknya manakala memiliki masalah dengan pihak lain atau bahkan dengan negara sekalipun. Masyarakat merasa bahwa mereka akan selalu kalah, bukan karena memang demikian adanya, tetapi karena mereka tidak berhubungan dengan kekuasaan.

Di sinilah kemudian muncul masalah yang potensial mengganggu kita. Karena masyarakat sudah tidak menganggap bahwa hukum adalah sumber tertib dalam bernegara dan bermasyarakat, maka masyarakat menggunakan dirinya sendiri sebagai hukum. Jadilah, aksi main hukum dan pelanggaran dilakukan secara terbuka.

Di Surabaya misalnya, warga masyarakat tanpa segan pada aparat hukum melakukan pemblokiran jalan tol karena tuntutan mereka tidak dipenuhi. Demikian juga dengan warga Meruya, mereka menutup semua akses masuk ke wilayah mereka karena mencurigai datangnya aparat yang akan mengeksekusi tanah mereka.

Tindakan demikian jelas adalah pelanggaran hukum, yang bersumber dari pelanggaran hukum yang terjadi sebelumnya. Masyarakat melihat bahwa karena mereka sudah dijadikan korban dan telah pula dilanggar haknya sebagai warga negara oleh aparat negara sendiri, maka tidak ada jalan lain mereka pun turut meramaikan aksi melanggar hukum tersebut. Masyarakat melihat dengan mata telanjang bahwa hukum hanya berlaku bagi mereka sementara bagi para pejabat, hukum justru jauh dari dilaksanakan. Maka terjadilah aksi main hukum sendiri tadi oleh masyarakat.

Secara umum, inilah yang menjadi kekuatiran kita. Kita kuatir bahwa hukum sudah tidak berdaya lagi. Padahal dengan adanya hukum, masa depan sebuah negara akan semakin lebih baik. Hukum yang tertib akan menciptakan masyarakat yang aman. Itu adalah sebuah hukum besi yang berlaku di manapun. Maka adalah tantangan bagi kita semua untuk menciptakan hukum yang berwibawa dan adil bagi semua, siapapun itu, tanpa pilihan apapun

Read More......

FOKUS Waspada Gelombang Baru Flu Burung

Kasus flu burung kembali muncul ke permukaan di Sumatera Utara ini. Hal ini dipicu oleh ditemukannya 2 kasus baru di Provinsi yang pernah mengalami Kejadian Luar Biasa penyakit yang belum ada obatnya ini pada tahun 2006.

Kasus pertama muncul sebagai kasus import. Penderitanya merupakan pasien yang berasal dari Pekanbaru, Riau. Sayangnya, penderitanya baru didiagonosis setelah yang bersangkutan meninggal dunia. Kasus kedua justru merupakan kasus yang berasal dari dalam Provinsi sendiri. Kasus ini tercatat terjadi di Kabupaten Deli Serdang. Seorang wanita yang sedang hamil ditemukan meninggal dunia. Pasien ini didiagnosis positif hanya beberapa jam sebelum meninggal dunia.

Kedua kasus ini tidak dapat dianggap sebelah mata. Dinas Kesehatan Kota Medan memang langsung menyiagakan seluruh aparat di jajaran kesehatannya. Beberapa poster dan himbauan kepada masyarakat kembali disiagakan.

Horor flu burung memang adalah momok bagi Indonesia. Ketika negara-negara lain sudah memasuki tahapan penurunan, di Indonesia jumlah kasus ternyata terus meningkat dari waktu ke waktu. Sampai dengan sekarang, jumlah kasus mencapai hampir 100 orang dengan tingkat kematian masih tetap berada di atas 75 persen. Kematian ini bukan hanya kematian biasa, karena mereka yang menderita sudah sangat bervariasi dan jauh melampaui faktor risiko sebagaimana sudah diketahui sebelumnya.

Berdasarkan rekapitulasi kasus, pasien yang positip menderita flu burung di Indonesia meliputi kelompok umur dengan range yang sangat lebar. Penemuan kasus anak-anak sama seringnya dengan penemuan kasus pada umur yang lebih tua. Bahkan dengan adanya penemuan kasus di Deli Serdang sebagai kasus baru, ini merupakan catatan pertama kematian pasien yang sedang hamil dalam kasus flu burung.

Selain itu sebelumnya faktor risiko flu burung adalah mereka yang memiliki riwayat kontak dengan unggas. Namun di Indonesia, kasus yang ditemukan tidak seluruhnya demikian. Masih ada kasus yang ternyata tidak memiliki unggas. Sebagaimana pernah ditemukan di Kabupaten Karo dan kemudian di Deli Serdang ini, ada kasus yang sama sekali tidak pernah kontak dengan unggas.

Pertanyaannya, bagaimana mungkin ini semua bisa terjadi? Kelihatannya perlu ada kesungguhan untuk melakukan riset terhadap hal ini. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan harus dengan sungguh-sungguh melacak bagaimana perjalanan penyakit ini dari mereka yang tertular kepada yang tidak.

Pemahaman ini akan berdampak kepada upaya penanggulangan. Sebab jika sumber dan mekanisme penularan sudah terang, maka proses pencegahan akan bisa dilaksanakan sedini mungkin. Bagaimanapun, pemerintah tidak boleh berdiam diri karena masalah ini bisa melebar kemana-mana. Dalam skenario WHO, akibat kasus flu burung, Indonesia bisa dijauhi oleh komunitas internasional. Indonesia juga akan terisolasi dalam seluruh aspek termasuk perdagangan dan komunikasi.

Maka bisa ditebak apa yang akan terjadi. Karena obat dan vaksin pada manusia masih belum ditemukan, keresahan akan terjadi yang akan berujung kepada kekacauan sosial yang mungkin terjadi. Dan ini adalah skenario terburuk yang membuat banyak negara memancangkan sikap waspada terhadap flu burung.

Apa boleh buat. Negara kita harus semakin berpacu dalam mengantisipasi masalah penyebaran flu burung ini. Penemuan kembali kasus di Sumatera Utara adalah sebuah warning penting pada pemerintah daerah di provinsi ini. Seluruh daerah, dibawah koordinasi pimpinan pemerintahan Provinsi Sumatera Utara harus bekerjasama lebih erat untuk mencegah munculnya kasus impor secara massa di seluruh Indonesia tanpa dapat kita kontrol

Read More......

FOKUS Bela Hak Rakyat Atas Tanah

Hak rakyat atas tanah mendapatkan tantangan. Kali ini warga di Kelurahan Meruya Selatan, Jakarta mendapatkan sebuah masalah besar. Sebuah perusahaan memenangkan gugatan atas lahan puluhan hektar di kawasan tanah mereka. Ini diputuskan oleh Mahkamah Agung, sebuah lembaga pemutus yang bersifat final.

Hal ini jelas sangat membingungkan warga. Setahu mereka, warga masih memegang sertifikat atas tanahnya sendiri. Bagaimana mungkin Badan Pertanahan Negara dalam hal ini sebagai pemegang bukti dan pemberi sertifikat bisa mengeluarkan sertifikat ganda? Siapa yang memalsukan surat tanah?

Agenda politik langsung merebak ketika kasus ini semakin kencang bergulir. Anggota DPR berdatangan ke sana. Bahkan komisaris perusahaan tersebut diundang ke parlemen untuk menjelaskan kasus tersebut. Di sana perusahaan tersebut memang tidak dapat menunjukkan sertifikat tanah dari BPN. Keanehan karena bagaimana mungkin mereka bisa memenangkan kasasi padahal barang bukti tidak dapat diperlihatkan.

Gubernur Sutiyoso sendiri sudah menyatakan bahwa dirinya akan berdiri di bekalang masyarakat. Jelas, menurut Gubernur DKI Jakarta ini, hak rakyat atas tanahnya sendiri di Meruya Selatan, telah digerogoti secara sengaja.

Memang dalam kasus ini kita memang menyaksikan bagaimana hak rakyat atas kepemilikannya sendiri dijadikan sebagai permainan. Sejak puluhan tahun sebelumnya rakyat sudah memiliki tanah di sana, bahkan menjadikannya sebagai lahan persawahan. Ketika pengembang berdatangan ke sana, dari sanalah berbagai intrik untuk mengusir warga secara tidak langsung dihasilkan.

Sebagai sebuah strategi, para pengembang inilah yang kemudian menjadikan hak rakyat atas tanahnya sendiri semakin tidak bisa lagi dipegang. Dimana-mana, rakyat akhirnya merelakan satu demi satu miliknya dengan imbalan yang sangat rendah. Di Sumatera Utara misalnya, harga tanah di kawasan pantai di Pulau Nias pernah hanya dihargai Rp. 25,- Sungguh ini memang sangat keterlaluan.

Model pencaplokan hak rakyat atas tanahnya sendiri memang sudah sangat sistematis. Para pengusaha yang datang dengan modal yang sangat besar itu, menjadi pemiu awal yang kemudian menjalar ke organ negara semisal Badan Pertanahan Negara atau lembaga sejenisnya. Rakyat, yang sudah puluhan tahun berada dan berdiam di atas tanahnya, bisa terlempar tanpa sebab dari atas tanahnya sendiri. Hal ini karena permainan politik hukum telah menjadi sangat dominan manakala kepentingan bisnis sangat menggurita.

Di kota besar, gejala ini juga berlangsung bahkan dengan melanggar hukum. Di atas tanah rakyat yang bertujuan untuk melayani kepentingan rakyat kecil dan miskin sekalipun, pemerintah daerah telah banyak melakukan tukar guling. Gedung SD ditukar dengan perusahaan. Bahkan di kota Medan, bangunan pendidikan yang tujuannya untuk memajukan bangsa, justru dijadikan perumahan ruko. Kawasan permaian sebagai lahan publik juga ditukar dengan swalayan dan mall. Semuanya diukur dan dinilai dengan potensi bisnis yang bisa dihasilkannya.

Kasus Meruya Selatan adalah puncak dari berbagai penyelewengan dimana negara dan aparatnya sendiri telah terlibat secara penuh. Mereka telah menjadikan rakyat hanya sebagai penumpang di negeri ini. Rakyat bena-benar harus dibela. Mereka yang terancam di eksekusi haknya harus dibela dengan sungguh-sungguh dan dilepaskan dari media politik. Seluruh sistem hukum yang tidak benar harus dibenahi supaya rakyat tidak dibiarkan menderita dan dikubur di atas tanahnya sendiri secara sangat tidak terhormat

Read More......

FOKUS Pembenahan Konstitusi, Perlu Kehati-hatian

Akhirnya, usulan mengenai amandemen kelima UUD 1945 dimasukkan oleh Dewan Perwakilan Daerah untuk dibahas dalam sidang MPR. Poin penting dari usulan tersebut adalah adanya upaya untuk meningkatkan keterlibatan DPD dalam penbentukan UU yang berhubungan dengan pemekaran daerah. Dengan demikian, kedudukan DPD akan lebih kuat.

Usulan itu memang akhinya mengundang kontroversi. Bahkan juga semacam ”permaianan politik”. Usulan yang disampaikan memang memerlukan persetujuan dari pengusul. Dalam perjalanannya, Partai Demokrat misalnya secara penuh menarik dukungannya dari usulan tersebut setelah sebelumnya menjadi salah satu partai pendukung amandemen.

Memang di luar, suara-suara keras menentang atau menyetujui sudah berkumandang. Hanya sayang bahwa publik yang merupakan masyarakat biasa, seolah tak perduli bahwa masa depan konstitusi—yang notabene adalah masa depan mereka—sedang dibenahi dan dipikirkan oleh kalangan elit politik.

Titik penting bagi kita sebenarnya adalah pada jawaban atas pertanyaan, apakah memang UUD 1945 harus kembali diamandemen setelah sebelumnya sudah pernah diamandemen sebanyak 4 kali? Menarik diperhatikan bahwa amandemen sudah dilakukan sebanyak 4 kali hanya dalam kurun waktu sejak tahun 1998.

Sejak diamandemen, memang kita melihat ada perbaikan di sana-sini. Salah satunya dengan hadirnya berbagai lembaga negara dan cara untuk menyelenggarakan kenegaraan, harus diakui sudah banyak mencatat kemajuan. Hanya persoalannya, seiring dengan hal positif, banyak hal lain yang masih bolong.

Salah satu misalnya dengan keberadaan DPD tadi. Awalnya, kehadiran DPD memang menjadi representasi daerah. Hanya belakangan, DPD kemudian menjadi mandul, karena kewenangan yang sama tidak berkurang pada DPR, yang memang sedari awal memiliki keterwakilan yang lebih kuat posisinya dibandingkan dengan DPD.

Kasus lain yang pernah dikritik oleh Ketua MK, misalnya adalah pencantuman angka 20 persen untuk pendidikan. Dalam kenyataannya, meski sudah 3 kali dinyatakan sebagai sebuah pelanggaran oleh MK, pemerintah sama sekali tetap bergeming. Pemerintah tetap menyatakan bahwa mereka tidak punya uang untuk mencapai angka tersebut. Secara tidak langsung, MK menyatakan bahwa pembuatan pasal tentang angka dalam UUD tersebut sama sekali terlalu terburu-buru.

Beberapa produk UU juga kemudian mengalami kebablasan. Pembatasan masa kerja Pengadilan Tipikor, pengurangan kewenangan KPK, sampai dengan yang kini sedang dibahas adalah mengenai UU Politik, semunya tidak terlepas dari UUD yang merupakan payung bagi seluruh UU tersebut.

Memang perlu disampaikan bahwa masa depan bangsa memang harus tetap diperbaiki. Namun pembenahannya seharusnya berjalan dengan terencana, dan bukan karena kepentingan politik sesaat dan bersifat ad hoc. Kita mau supaya bangsa ini maju dan mandiri, termasuk dalam menyusun pijakan UUD yang baru. Namun kalau tidak hati-hati, itu akan menjadi kotak pandora yang berbahaya bagi seluruh bangsa kita sendiri.

Bagaimanapun amandemen ini bukan hanya urusan politik dan kepentingan elit semata. Kita harus memikirkan bagaimana supaya ada ketertiban dalam membangun bangsa kita. Bentuk negara kita sekarang ini adalah warisan yang akan menjadi bentuk dari negara pewaris kita. Salah di awal, maka bukan tidak mungkin akan muncul persoalan besar pada mereka kelak

Read More......

FOKUS Aliran Dana DKP

Kasus korupsi dana di Departemen Kelautan dan Perikanan yang melibatkan mantan Menteri Rokhmin Daruri semakin menyentil banyak pihak. Kita pun tercengang melihat kenyataan yang disebutkan oleh para tersangka dalam kasus itu. Tanpa tertutupi, aliran dana yang dianggap korupsi itu diungkapkan kepada publik tanpa tedeng aling-aling lagi.

Salah satu yang terungkap adalah diberitakannya bahwa sejumlah Pimpinan Partai Politik dan mantan calon Presiden terlibat dalam menerima aliran dana tersebut. Dana non-budgeter tersebut berdasarkan catatan yang disampaikan di pengadilan oleh pejabat yang menjadi tersangka, telah dijadikan sebagai dana untuk kampanye pada Pemilu 2004.

Sayangnya, yang masih mengakui adanya dana yang mengalir kepada mereka barulah Amien Rais. Mantan Ketua MPR dan calon Presiden itu dengan jelas menyatakan bahwa dirinya sebagai pribadi menerima dana sebesar Rp. 200 juta. Sementara itu sebesar Rp. 200 juta lagi akan dicari diterima melalui pihak mana. Begitupun, Amien Rais tidak menampik bahwa dana tersebut memang diterima olehnya. Bahkan untuk membuktikan hal itu Amien Rais bersedia dipanggil untuk memberikan kesaksian di pengadilan.

Dana DKP yang lain memang diisukan mengalir ke parpol besar. Tapi sampai sekarang mereka menyangkap hal tersebut. Bahkan mereka menuding bahwa dana tersebut andaikan diterima, diberikan kepada per orangan, bukan kepada parpol sebagai institusi. Karenanya mereka menolak kesaksian yang diungkapkan di pengadilan tersebut.

Dari kasus di atas kita menyaksikan bagaimana dana non-budgeter nyata-nyat telah dijadikan sebagai dana peruntukan bagi para pejabat negara. Sebagaimana dana di Bulog yang juga telah menyeret para mantan pejabat, dana dari DKP juga terbukti telah melebar kemana-mana.

Penggunaan dana negara apalagi yang dikumpulkan secara tidak sah jelas tidak dapat diterima. Dan itu adalah sebuah pelanggaran terhadap hukum yang berlaku di negara ini. Namun semakin ditertibkan, semakin nyata bahwa resistensi justru muncul dari kalangan pejabat negara sendiri. Hal ini dikarenakan mereka sudah menikmati pola penyelewengan yang amat liar ini bertahun-tahun lamanya.

Masalah aliran dana DKP ini juga pastilah akan sangat menyita perhatian karena menarik. Sebab harus dijelaskan, apakah penerimaan tersebut sudah pernah dilaporkan kepada KPU dalam bentuk pertanggung-jawaban? Dan apakah ketentuan mengenai aliran dana yang kabarnya ditujukan kepada kampanye itu tidak mengakibatkan aspek-aspek hukum tertentu termasuk kepada pemerintahan ini, yang diisukan juga turut menerima dana DKP tersebut?

Maka memang harus dikawallah kasus ini. Publik harus melihat apakah penyelesaian kasus ini kemudian akan ditutupi atau tidak. sebab ada kecenderungan bahwa kasus korupsi yang dananya telah melebar kemana-mana itu, dicoba dilokalisir hanya kepada pertanggung-jawaban level mantan Menteri DKP saja.

Karena itu, kita sangat apresiatif terhadap pengakuan Amien Rais. Bak kotak pandora, maka pengakuan itu menunggu pengakuan-pengakuan lain dari mereka yang dituding, serta menuntut penyelesaian yang sangat penuh kehati-hatian tetapi tetap transparan. Bagaimanapun, praktek-praktek penyalahgunaan anggaran yang selama ini sangat menjamur harus diberantas, mulai dari pengungkapan modus operansi yang dilakukan oleh para pejabat negara sendiri.

Read More......