Tuesday, January 09, 2007

FOKUS Penguasa, Uruslah Rakyat

Kalimat itu patut kita lontarkan sekarang kepada mereka yang berkuasa. Kita merasa kecewa dan sedih bercampur marah kepada mereka. Baik di jajaran eksekutif, yudikatif sampai legislatif. Mulai dari pusat sampai ke daerah. Mereka tega-teganya mengabaikan rakyat. Itu sebabnya kita minta mereka untuk mengurus rakyat dengan lebih baik lagi. Mengapa hal itu kita sampaikan?

Adalah rakyat selalu diberikan harapan oleh mereka yang berkuasa. Ketika berkampanye dalam pilkada, rakyat dijanjikan inilah, itulah. Yang penting yang manis dan enak didengar. Tetapi kenyataan yang ada sesudahnya adalah, sama sekali nihil. Mereka yang berkuasa kemudian dalam sekejap kehilangan sense of belonging pada rakyat. Mereka, kebanyakan dengan sengaja, meninggalkan janji-janjinya pada rakyat.

Memang di negeri ini masalah komitmen memang amat sulit ditagih, apalagi yang berbau janji pada rakyat. Penguasa, karena sudah menduduki jabatan, amat sulit ditemui kemudian. Lingkaran mereka yang berada di dekatnya semakin rapat sehingga menutupi akses kepada rakyatnya sendiri.

Ada adagium yang berbunyi, “dimana tidak ada visi, liarlah rakyat.” Kita hendak menyatakan ini berhubungan dengan keluhan masyarakat korban kapal KM Senopati Nusantara. Korban itu, ketika berbicara dengan Wakil Presiden menyatakan tidak tahu hendak bertanya pada siapa. Mereka yang menjadi korban meresa tidak punya tempat, karena tidak ada yang memperhatikan mereka.

Apa kata penguasa atas hal itu? Barangkali hal itu akan ditanggapi dengan dingin dan biasa saja. Namun kalau disimak dengan lebih dalam, maka itu berarti karena tidak ada penguasa yang memperhatikan rakyat. Rakyat dibiarkan terlantar tak berdaya. Rakyat dibiarkan tidak punya harapan sama sekali.

Kalau kita bandingkan dengan jaman Orde Baru dulu, ada hal yang baik yang bisa kita kenang, yaitu hidup rakyat terjamin. Benar bahwa kebebasan dan urusan politik menjadi masalah. Namun kalau berhubungan dengan perut masyarakat, kebutuhan sehari-hari dan makanan pokok, hampir tidak ada suara yang menyatakan ada masalah. Kini, masyarakat di berbagai daerah kini semakin banyak yang makan nasi aking. Banyak juga diantaranya yang harus hidup dengan menggunakan sarana kehidupan yang amat jauh dari minimal.

Tanpa hendak membandingkan dengan masa lalu, dulu penguasa tidak mau terlalu banyak terjanji. Mereka melakukan apa yang seharusnya diberikan dalam urusan perut masyarakat. Kini, penguasa hanya tahu berjanji. Mereka seolah merasa bahwa rakyat bisa dan sudah dikenyangkan dengan janji-janji yang penuh dengan kepura-puraan dan kebohongan.

Penguasa, terutama eksekutif kini dilanda oleh berbagai kritik. Namun lagi-lagi, waham penguasa yang sudah tertanam kuat tidak mau membuat mereka mendengarnya. Seolah bahwa pemerintah yang terpilih dengan suara terbesar ini tidak bisa salah. Alangkah menyedihkannya memang setiap kali ada hal negatif yang disampaikan, bukannya didengar namun langsung disergap dengan nada penuh pretensi negatif pula.

Sekali lagi, ada pepatah yang kita miliki. Penguasa yang bijak akan disembah, sebaliknya yang tidak akan ditinggalkan oleh rakyatnya. Sekarang ini ada gelombang politik baru dari kaum intelektual untuk menggagas harapan baru dengan menghadirkan sosok penguasa-penguasa alternatif melalui berbagai parpol. Tetapi apakah hal itu merupakan jaminan bahwa mereka juga tidak akan mengulangi hal yang sama?

Memang alangkah sedihnya menjadi rakyat. Hanya bisa pasrah dan menunggu semoga penguasa kita berubah dan berbalik lebih berpihak kepada rakyat. Memang hanya keajaibanlah yang kita tunggu di negeri ini supaya mereka yang berkuasa lebih mengurus rakyat.

Read More......

FOKUS Untuk Maju, Perlu Kerja Keras

Indikator ekonomi yang mengawali tahun 2007 cukup menggembirakan. Selain bahwa cadangan devisa naik menjadi 47 miliar dollar AS dari sebelumnya yang hanya 42 miliar dollar AS, terdapat kenaikan kredit sebesar Rp. 6,6 trilyun. Di awal tahun BI juga mengumumkan turunnya BI rate sehingga kini tinggal menjadi 9,50 persen.

Gambaran awal tersebut memang dibarengi dengan belum membaiknya pertumbuhan ekonomi kita yang masih jauh, yakni hanya 5,5 persen. Itu artinya persoalan pengangguran masih menjadi kendala karena daya serap pertumbuhan ekonomi dengan angka tersebut tidak memadai.

Tidak terasa memang bahwa krisis ekonomi sudah berlangsung selama 10 tahun. Dan setelah satu dekade itu berlalu, tidak berlebihan kalau kita katakan kita masih merangkak dari bawah sekali. Barulah empat tahun terakhir berbagai perkembangan positif terjadi. Salah satu yang sangat spektakuler adalah IHSG yang mampu menembus rekor tertinggi dalam sejarah perekonomian Indonesia.

Mungkin yang patut menjadi catatan tersendiri adalah bahwa menjelang 10 tahun menderita krisis itu, tepatnya tahun lalu kita berhasil keluar dari jerat utang kepada IMF. Utang dalam skema pemulihan ekonomi yang ditandatangani tahun 1997 itu kenyataannya menjadi salah satu biang keladi hancurnya ekonomi kita, terutama perbankan.

Maka ketika tahun lalu kita membayar sisa utang beserta bunganya, kita tahu bahwa ada harapan majunya kita di masa depan. Utang adalah jerat meski pada saat tertentu emang membantu. Tetapi dalam hal utang kepada IMF, banyak pengamat menilai bahwa utang tersebut lebih banyak ruginya daripada untungnya.

Namun jalan yang terbentang masih panjang. Perjuangan kita untuk bisa maju dan mandiri dapat dikatakan masih jauh. Dan salah satu rahasia untuk mencapainya adalah kerja keras. Tidak mungkin mencapai pemulihan yang maksimal dan baik jika kita hanya melakukan tindakan biasa.

Ketika pemerintahan ini dipilih, ada indikasi bahwa akan terjadi perbaikan. Terlebih ketika mereka yang menduduki pos ekonomi adalah mereka yang jauh dari kesan parpol oriented. Yang lebih memberikan harapan adalah bahwa Wakil Presiden kita adalah seorang pengusaha, yang tentunyas tahu bagaimana trik dan cara membangkitkan kembali dunia usaha.

Sayangnya asumsi-asumsi tersebut tidak selamanya benar. Sebagaimana kita saksikan sendiri, keberadaan mereka yang jebolan pendidikan tinggi selevel doktor dan para pengusaha kelas atas, ternyata belum menjamin. Sebabnya adalah bahwa putaran semangat yang ada belum menyentuh semua lini birokrasi pemerintah.

Memang di lapisan atas terdapat keinginan kuat untuk maju dan mandiri. Namun di lapisan di bawahnya, terdapat restriksi yang amat kuat. Bagaimanapun ini adalah halangan yang tidak sedikit. Buktinya, berkali-kali Presiden memberikan jalan keluar dan rangsangan kepada para investor untuk datang. Salah satunya dengan kemudahan pengurusan ijin dan pajak. Namun nyatanya yang terjadi sebaliknya. Indonesia justru dijauhi oleh berbagai kalangan.

Maka sudah seharusnya mentalitas kerja keras dibangun dan dijadikan kultur di seluruh jajaran pemerintah dari atas sampai ke bawah. Tahun 2007 adalah tahun yang sangat penting untuk segera menerapkan budaya ini karena menjelang Pemilu 2009 konsentrasi bangsa ini akan pecah.

Kita berharap kinerja di tahun 2007 akan meningkat tajam dan lebih baik. Masa depan bangsa ini, akan sangat bergantung kepada kerja keras. Mari membudayakannya supaya bangsa ini jangan terus menerus merangkak, namun bisa bangkit dan menjadi bangsa yang besar.

Read More......

FOKUS Masalah Bangsa, Hentikan Polemik

Persoalan yang mendera bangsa kita setahun terakhir dan beberapa waktu belakangan di tahun 2007 ini menjadi sebuah sumber polemik baru. Pemerintah dituding tidak antisipatif dan tidak responsif. Banyak lontaran kritik disampaikan kepada pemerintah.

Salah satu yang menjadi biang keributan di antara elemen bangsa adalah penyelenggaraan ibadah haji tahun 2006 yang amburadul. Bayangkan saja, jemaah calon haji Indonesia terlantar kelaparan. Menyoal hal itu, anggota DPR meminta Menteri Agama mengundurkan diri dan bertanggung-jawab. Menteri Agama sebaliknya menuding adanya kepentingan persaingan bisnis dan politik yang menyebabkan masalah keterlambatan pengadaan makanan bagi jemaah haji.

Lain masalah, lain lagi soal. Kali ini pasca hilangnya pesawat Adam Air dan tenggelamnya kapal KM Senopati Nusantara. Menteri Perhubungan di tuntut untuk mundur. Namun aparat Departemen Perhubungan justru melemparkan masalah kepada para operator. Pemerintah sudah memberikan peraturan yang harus ditaati. Persoalan, tuding pemerintah, ada pada mereka yang melakukan tindakan tidak benar.

Yang terakhir terjadi adalah lontaran nada penuh pujian dari evaluasi tahunan yang diselenggarakan sendiri oleh pemerintah. Sekretaris Kabinet menyatakan bahwa ada banyak keberhasilan pemerintah. Namun hal itu dibantah oleh pengamat CSIS J Kristiadi. Dinyatakan bahwa pernyataan keberhasilan pemerintah hanyalah sebuah politik kepura-puraan untuk menutupi kegagalan pemerintah.

Semuanya seolah menjadi sebuah bola panas yang dilempar ke sana kemari, tetapi tanpa ujung. Hasil survei TII misalnya, yang menempatkan DPR dan Kepolisian sebagai lembaga terkorup, ditolak oleh pimpinan lembaga tersebut. Mereka meragukan hasilnya.

Orang bijak mengatakan, berpikir dahulu baru bicara. Di negeri ini yang namanya berpikir amat langka. Semua orang mudah sekali berbicara dan melontarkan pendapat. Apakah hal itu benar dan menimbulkan masalah di kemudian hari sering tidak dijadikan pertimbangan utama. Akibatnya kita terus menerus menuai polemik di dalam berbagai masalah. Sayangnya, semua polemik tersebut bagaikan jalan tak ada ujung. Alih-alih menemukan solusi. Masalah justru semakin rumut dan semakin jauh dari penyelesaian.

Salah satu kelemahan pemerintah ini memang adalah dalam menciptakan keterpaduan di antara sesama warga bangsa. Kelihatannya pemerintah gagal dalam merangkum seluruh masyarakat termasuk elit politik sehingga memikirkan bangsa dengan baik.

Kekacauan ini ditumbulkan oleh kepentingan-kepentingan yang beradu di dalam pemerintah sendiri. Karena menampung banyak kepentingan parpol, maka pemerintah selalu saja terbentur dalam banyak hal ketika menyelesaikan masalah. Pemerintah tak mampu mengambil jalan keluar karena jalan keluar yang diambil selalu berbenturan dengan kepentingan yang lain.

Memang keadaan ini harus dikoreksi. Jika tidak maka bangsa kita ini hanya akan menjadi bangsa penuh masalah tanpa ada penyelesaian. Ibaratnya penyakit kanker, stadiumnya semakin parah dan tidak akan dapat memberikan kesembuhans kepada penderitanya.

Mungkin sudah saatnya melakukan semacam pertemuan bersama antara seluruh elemen bangsa. Mengedepankan kepentingan bangsa dan membelakangi kekuasaan beserta seluruh ambisinya adalah hal yang sebaiknya segera dilakukan. Pemerintah ini jelas sedang terancam oleh berbagai masalah. Maka sudah merupakan keputusan bijak dan penuh hikmat jika semua mereka yang menyumbangkan saran diajak sama-sama berpikir. Itulah gunanya bekerjasama membangun bangsa.

Read More......