Thursday, July 06, 2006

Bening #1. Pendakian

Hidup kadang tidak mudah dimengerti. Namun dari seluruh perjalanan hidup, yang paling sulit dimengerti tentunya adalah ketika mengalami masalah dan penderitaan. Saat itu, kita sering lebih keras mengeluh, mengaduh atau berteriak kesakitan. Suara kita terkadang lebih menyuarakan penolakan dan ketidakberterimaan atas apa yang terjadi. Kita merintih, bahkan tak jarang menangis seolah duka hanya milik kita.

Suatu hari, terbentuklah sebuah buah kelapa. Dia, berada bersama-sama dengan saudara-saudaranya, bertengger di atas sebuah batang kelapa yang menjulang di pinggir pantai Semakin hari semakin bertambah usianya, semakin besarlah ia. Dia biasa bercengkrama dengan saudara-saudaranya. Tiada hari tanpa canda dan tawa di antara mereka. Mereka seolah tak terpisahkan.

Namun suatu kali, ibunda mereka, yang adalah batang kelapa tadi berbicara kepada mereka, ”Anak-anakku sekalian,” katanya, ”beberapa saat lagi akan datang waktunya kalian, kita semua akan berpisah.”

”Apa”, sambut mereka serentak. ”Apa yang hendak ibu sampaikan?”

”Ya,” sahut ibunya, ”hanya dalam hitungan waktu, kalian akan segera meninggalkan ibu. Kalian semuanya akan berpisah-pisah, jatuh ke bawah, ke tanah”.

”Tetapi, kami tidak mau meninggalkan ibu,” mulailah mereka menangis dan berteriak-teriak. ”Kami ingin tetap di sini, Bu.”

”Anak-anakku, inilah hakikat hidup kita,” kata ibu mereka. ”Suatu saat kalian akan menyadari apa yang ibu sampaikan ini benar adanya. Adalah lebih baik bagi kalian untuk berpisah.”

Singkat cerita, jatuhlah buah-buah kelapa itu ke tanah. Mereka terjun bebas dari ketinggian batang kelapa tadi, terbanting ke tanah, berguling sampai akhirnya berhenti. Mereka mencoba saling berpegangan. Namun entah darimana kekuatan itu, mereka tak berdaya melawan daya tarikan ke bawah.

Akhirnya, terjadilah yang disampaikan ibu mereka tadi. Mereka semua jatuh ke bawah. Buah kelapa tadi memandang ke atas, melihat ibunya. Ia begitu sedih. Ia mencoba memanggil saudara-saudaranya. Namun tak satupun yang kelihatan. Mereka jatuh tersebar, bahkan ada yang dibawa arus ke laut.

Ia mulai menangis. Ia merenungi hidupnya sebelumnya di atas, ketika masih bertengger di batang kelapa. Ia teringat bagaimana mereka biasanya bercanda dan tertawa ria. Ia rindu pada saudara-saudaranya, dan suasana sejuk ketika berada di ketinggian. Dia mulai melihat badannya. Ada memar karena terjatuh tadi. Ia tidak tahu hendak berkata apa. Ia hanya bisa meratap. Merindukan semua yang pernah dimilikinya.

Hari demi hari berlalu, tahun demi tahun, tanpa sadar sudah sekian lama terjadi. Peristiwanya sudah lama berlalu. Buah kelapa tadi setiap hari merasakan panas teriknya matahari dan hujan yang datang mengguyur. Dia tak beranjak jauh dari tempatnya tadi terjatuh. Perlahan-lahan dia merasakan ada yang aneh dari badannya. Di ujung badannya, ia melihat sepucuk tunas kelapa muncul. Ia kaget. Ada apa? Apa yang sedang terjadi?

Waktu kemudian berlalu, sang buah kelapa tadi sudah tidak kelihatan sebagai hanya sebagai buah kelapa. Yang kini terlihat adalah sebatang pohon kelapa yang makin lama makin tinggi. Awalnya ia tidak tahu apa yang terjadi. Tetapi ketika satu demi satu bagian dari sebuah pohon kelapa mulai terbentuk, ia akhirnya mengerti bahwa sebuah proses baru sedang terjadi dalam hidupnya.

Ia mulai menikmati perubahan itu. Ia melihat kakinya mulai memanjang membentuk akar. Lalu ia mulai melihat sesuatu yang berwarna hijau mulai tumbuh di badannya. Semakin kuat, batangnya semakin tinggi. Ia melihat badannya semakin lama semakin ”terangkat” ke atas.

Berhitung waktu, lama kemudian, buah pohon kelapa tadi kini sudah menjadi sebuah pohon kelapa. Ia mencoba membuka mata. Ia melihat sekelilingnya. Ia mencoba memandang dari atas sekelilingnya. Ia melihat ada pohon kelapa lain di sekitarnya. Ia sapa dengan riang, karena beberapa di antaranya adalah saudara-saudaranya tadi. Ia mulai berpikir. Dan ia mulai teringat pada perkataan ibunya, bahwa lebih baik bagi mereka untuk jatuh ke bawah. Ia melihat bahwa inilah artinya semua yang pernah diajarkan oleh ibunya kepadanya.

Apa yang diceritakan di atas adalah sebuah kisah mengenai hidup. Sekali lagi, hidup memang tidak mudah dimengerti. Ada saatnya ketika kita terjatuh kita merasakan kesakitan yang amat sangat. Kita merasakan pukulan yang amat hebat. Mungkin rasa malu. Mungkin rasa tidak percaya. Bahkan mungkin rasa tidak terima.

Hidup terkadang harus dimulai dari titik paling bawah. Dan itu adalah sebuah proses. Mari kita jalani dan nikmati. Sadarilah perubahan demi perubahan yang terjadi dari proses pendakian itu. Jalani dan nikmatilah bahwa ternyata ada keindahan ketika ”jatuh” terjerembab sekalipun. Ada artinya kita mungkin kini terhempas dan terpelanting. Mungkin, itu semuanya adalah kesempatan baik—bahkan mungkin yang terbaik—untuk mendulang prestasi dan kebanggaan kelak. Mungkin kita perlu berada di titik terbawah supaya kita bisa memulai sesuatu yang indah dari bawah. Jadi, mari kita menjalani pendakian dalam hidup dengan penuh kesabaran.

Buah kelapa hanya bisa diminum ketika masih berada di atas batangnya. Namun ia semakin lebih berguna ketika sudah menjadi batang kelapa. Transformasi itu hanya bisa hadir melalui proses pendakian dari bawah. Kita semua mungkin juga akan menjadi lebih baik, lebih berguna dan lebih menjadi berkat ketika kita memulai segala sesuatu dari bawah. Mari melihat segalanya dengan baik karena di balik pendakian, ada sesuatu yang bisa menjadi berkat bagi banyak orang, melalui hidup kita.

3 comments:

Anonymous said...

Menurutku ini cukup sederhana tapi pesannya jelas. I like this..

Anonymous said...

Bagus Fot, teruslah memberi warna kepada bangsa ini supaya kelak warna buram itu berganti menjadi cerah mempesona, menggambarkan martabat bangsa yang berintegritas

Anonymous said...

Sangat memberi wawasan untuk berkehidupan..... memberi semangat bagi pendaki-pendaki pemula seperti diriquuu.......
Maju terus bang!!!!Pantang Mundur!!!!! v(*u^)v