Wednesday, July 12, 2006

Bening #3. Prestasi

Putaran Piala Dunia tahun 2006 berakhir sudah. Piala simbol supremasi di bidang sepak bola tersebut di boyong pulang oleh Italia. Di final, negara tersebut mengalahkan Prancis dengan skor 5-3 melalui drama adu pinalti yang dramatis.

Menyaksikan sepanjang pertandingan tersebut, kadang ada rasa sedih, terutama membandingkannya dengan keadaan negara kita sendiri. Kapan kita bisa menjadi bagian dari kompetisi akbar yang amat prestisius itu? Mengapa kita tidak bisa mengikuti jejak negara Asia lain, semisal Jepang dan Korea Selatan, beradu laga olah “si kulit bundar”, berkompetisi bersama negara lain di dunia ini?

Dalam konteks itulah maka kita akan berbicara mengenai satu kata yang sering disebut tetapi kini semakin kehilangan makna, yaitu: prestasi. Apa itu prestasi? Prestasi adalah capaian hidup. Artinya sesuatu yang didapatkan, diperoleh atau dimiliki. Itulah sederhananya prestasi. Jadi kalau Italia berbangga hati karena berprestasi itu karena mereka mendapatkan, memperoleh, dan memiliki hak sebagai juara nomor wahid dalam seleksi sejagad itu.

Apa sebab orang sering tidak berprestasi. Jawabannya sebenarnya sangat sederhana. Karena orangnya tidak mau berprestasi. Kalau kita tadinya bicara soal prestasi, berarti kita bicara soal capaian tertinggi dan terbaik. Artinya, level puncak yang bisa didapatkan oleh seseorang. Jadi sebab seseorang itu tidak berprestasi adalah karena tidak ingin mencapai puncak tertinggi dari sesuatu.

Apa boleh buat, kebanyakan kita masih seperti ini. Kita membiarkan diri kita sendiri sehingga tidak ingin menggapai suatu prestasi. Kita tidak mau mencapai sesuatu yang paling tinggi atau lebih dari yang pernah dicapai. Ibaratnya hidup apa adanya, dan hidup seadanya. Apa yang kita miliki sekarang sudah cukup. Tak perlu mendapatkan lagi yang lebih, karena kita tidak merasa itu penting. Lagipula sering sekali kita melihat orang lain di sekitar kita hanya berdiam diri saja dan tidak melakukan apa-apa. Dan kita memilih cara hidup seperti itu. Kita, tidak mau berprestasi. Kita merasa cukup.

Ya, merasa cukup dengan keberadaan sekarang memang menjadi masalah utama pada banyak kita. Itu sebabnya, di berbagai unit usaha, di kantor-kantor pemerintah dan swasta, ataupun dalam kehidupan sekalipun, banyak orang hanya berdiam diri saja. Mereka tidak mau melakukan apapun yang disebut sebagai prestasi. Karena merasa sudah cukup dengan keadaan yang sekarang. Segalanya dianggap dalam keadaan baik dan tidak ada yang perlu dikejar.

Jadi bisa disimpulkan bahwa prestasi sebenarnya adalah masalah mental. Masalah sesuatu yang berasal dari dalam. Padahal, justru inilah inti persoalannya, sebab masalah prestasi memang erat kaitannya dengan energi yang berasal dari dalam diri seseorang. Inilah yang kerap disebut sebagai mentalitas berprestasi. Seseorang yang ingin berprestasi harus memiliki ini. Mereka yang ingin maju, berada pada level terbaik, dan mencapai semua keinginan yang diharapkan, harus memiliki gairah dan spirit untuk berprestasi. Gairah inilah yang mendorong dan memberikan kekuatan penuh untuk maju dan membangkitkan semangat untuk berprestasi. Gairah inilah bahan bakar bagi pencapaian prestasi seseorang.

Namun mentalitas berprestasi karena gairah saja tidak cukup. Dibutuhkan latihan kehidupan, yang mungkin memakan waktu bertahun-tahun lamanya, dengan berbagai dinamika tantangan yang ada, untuk memiliki mental berprestasi.
Seekor burung rajawali yang sedang belajar terbang berkata kepada induknya, “Ibu, mengapa aku tidak bisa sekali saja terbang lalu mahir?”

Induknya menjawab,”Anakku, kamu adalah rajawali. Dunia yang harus kamu arungi adalah angkasa yang luas ini. Tidak mungkin kamu bisa menguasai angkasa ini kalau masih berpikir bahwa dengan sekali terbang kamu langsung bisa mengarunginya.”

“Tetapi mengapa, Ibu?” tanya rajawali muda tak puas. “Bukankah kita memiliki sayap yang kokoh untuk terbang?”

“Benar anakku,” kata induk rajawali, “Tetapi sayapmu belum kokoh. Terbanglah terlebih dahulu, supaya kamu tahu bahwa kamu belum sekuat yang kamu bayangkan.’

Rajawali muda tak puas. Ia mencoba melayang. Sekejap ia melayang, namun bukan terbang. Ia terhempas oleh angin. Beruntung, ada induknya yang selalu bersedia menuntun ia kembali mencoba. Namun demikian, perkataan induknya terbukti. Ia belum bisa terbang semahir rajawali lainnya. Ia menyerah, ia belajar dan kemudian terbang berulang kali. Mencoba dan mencoba lagi. Sampai akhirnya ia benar-benar mahir.

Kisah di atas menceritakan kepada kita bahwa menggapai prestasi memang tidak mudah. Tidak ada prestasi yang bisa didapatkan secara instan. Uang, koneksi, kedekatan dengan kekuasaan, sama sekali tidak akan membantu kita mendapatkan prestasi sejati. Kita tidak akan bisa mendapatkan prestasi dengan mudah. Dibutuhkan waktu yang lama, dalam bentuk latihan kehidupan, untuk kemudian menjadikan kita memiliki mentalitas berprestasi dalam hidup. Latihan-latihan “terbang” seperti rajawali, adalah sebuah polesan yang akan meningkatkan spirit dan gairah kita, sehingga kita tahu kita sudah berada pada level mana dalam menggapai prestasi kita.

Seekor rajawali tentunya tidak bisa dengan begitu saja mengarungi lautan luas untuk menunjukkan kegagahannya sebagai sang raja di angkasa. Namun sebagai seorang pemula, sang rajawali muda sudah memiliki semangat untuk mengarungi angkasa. Yang kurang adalah latihan. Ia harus berlatih terbang.

Kita pun demikian. Kita, kalau sudah memiliki semangat dan spirit, harus belajar dan berlatih terus. Kalau kita ingin mengarungi lautan, daratan dan angkasa kehidupan ini, dan mencatatkan prestasi di dalamnya, kita tidak akan mudah mendapatkannya. Semakin luas keinginan prestasi kita, semakin berat tuntutan untuk melatih diri. Inilah kombinasi dua hal yang sangat penting untuk terus menerus kita asah. Gairah untuk berprestasi dan latihan untuk menggapainya. Keduanya akan saling mengisi sehingga mentalitas berprestasi akan lebih kuat dan kokoh lagi.

Memiliki spirit saja, hanya menjadikan kita sebagai sosok rajawali yang bergairah menjadi raja di angkasa, namun belum bisa terbang. Menjalani latihan, tanpa tahu hendak menjadi penguasa angkasa, juga akan membosankan. Kedua hal itu harus berjalan sinergis. Kita harus memiliki keduanya. Kita harus punya spirit untuk bisa menjadi sesuatu yang layak membuat kita terhormat dan mulia karena prestasi kita. Tanpa spirit itu kita bisa mengkerut dengan cepat manakala ada tantangan kecil sekalipun. Tanpa spirit, kita bisa kehilangan arah dalam menggapai prestasi. Tetapi kita juga sekaligus, harus melatih diri supaya kita mendapatkan prestasi itu dengan terhormat dan mulia. Tanpa latihan dan keinginan untuk mencoba terbang, kita hanya akan menjadi seorang pemimpi prestasi. Latihan kehidupan membuat sayap-sayap rajawali yang ada dalam diri kita menjadi lebih kokoh dan mampu menyangga seluruh spirit tadi. Latihan yang baik dan tekun membuat tubuh penuh spirit tadi menggapai prestasi terbaiknya.

Mari kembali melihat kepada definisi prestasi tadi. Disebutkan tadi bahwa prestasi adalah capaian hidup. Sejauh mana capaian itu? Definisi tadi adalah definisi yang sungguh abstrak. Prestasi memang sangat abstrak karena prestasi memang sangat tanpa batas. Kita bisa mendapatkannya lalu kemudian terus berupaya mendapatkannya bahkan bisa mendapatkannya seolah kita belum mendapatkannya. Dengan kata lain, pencapaian prestasi adalah sebuah proses panjang yang tanpa henti dan seharusnya memang tak pernah berhenti. Berprestasi adalah panggilan seumur hidup.

Dunia ini begitu luas. Mahakarya Tuhan yang agung tidak berhenti pada satu, dua, tiga prestasi saja. Tak terhitung banyaknya prestasi yang bisa kita raih kalau kita mau. Kita bisa melakukan sebanyak yang kita bisa, kalau kita mau. Dunia ini begitu luas. Dunia ini begitu besar. Kita tidak boleh berdiam diri, merasa cukup dan merasa puas. Kita harus mendapatkan pencapaian demi pencapaian seumur hidup, karena di bawah kolong langit tempat kitas berada ada begitu banyak prestasi yang bisa dilakukan.

Pencapaian prestasi, adalah hakikat manusia sejati. Artinya seorang manusia yang memiliki kesempurnaan sebagai manusia yang mengarungi kehidupan, kalau terus menerus memperbaiki diri, mencapai prestasi demi prestasi dalam hidupnya. Deburan ombak dengan setiap selalu menganggap setiap pukulan di tepi pantai adalah prestasi. Begitu juga kita, harus selalu berusaha mencapai level yang lebih baik lagi, lebih tinggi lagi dan lebih lagi, seolah kita belum melakukannya dengan baik dan benar. Tak pernah berhenti, dan tak pernah merasa lelah. Itulah hakekat seorang yang berprestasi.

No comments: