Wednesday, February 21, 2007

FOKUS Solusi Beras, Pemberdayaan dan Pengawasan

Masalah operasi pasar beras yang sedang dilakukan oleh Bulog semakin menjadi-jadi. Dari laporan yang disampaikan media, kita menyaksikan bagaimana warga masyarakat saling berebutan beras tersebut. Banyak yang akhirnya tidak mendapatkan karena jatah beras yang dibagikan memang sangat terbatas.

Namun pada saat yang sama, media juga mengisahkan bagaimana para pelaku pasar, yaitu para pedagang beras skala menengah ke atas justru merayakan operasi pasar beras ini. Mereka mendapatkan beras operasi pasar dengan cara-cara curang. Ada yang menggunakan joki, ada yang terlibat dalam pembelian langsung, bahkan ada yang membeli kupon yang sudah dibagikan ke tangan masyarakat miskin.

Repotnya, beras hasil operasi pasar ini kemudian dijual kembali kepada masyarakat dengan harga pasar. Bahkan secara terang-terangan, pedagang beras melakukan pengoplosan beras Bulog dengan mencampurnya dengan beras lain yang ada pada mereka. Banyak juga di antaranya yang mengganti bungkus beras tersebut dengan merk lain yang sudah dikenal oleh masyarakat.

Maka harga beras sejak 2 bulan dilakukannya oparasi pasar terhadap beras ini masih tetap sama saja dibandingkan dengan sebelumnya. Warga masyarakat masih mengeluhkan mahalnya harga beras bahkan ketika Bulog sudah turun tangan sekalipun, masyarakat masih tetap terjebak ke dalam harga beras yang sangat mahal tadi.

Bulog sendiri seolah menyerah. Bahkan mereka menyatakan bahwa mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Pemerintah juga idem dito. Mereka menyatakan bahwa impor beras akan terus dilakukan seiring dengan membanjiri pasar dengan beras Bulog. Alhasil, pedagang penjual beras tetap bersorak dan akan terus bersukacita karena pemerintah memanjakan mereka. Pemerintah seolah menggarami laut, sementara warga miskin kemudian harus makan nasi aking atau mengolah jagung menjadi bubur.

Sebenarnya, masalah penyaluran beras nasional ini hanyalah sebuah bagian dari ketiadaan rencana nasional. Kita, sudah tidak punya lagi manajemen perberasan sejak dari hulu ke hilir. Maka akibatnya yang terjadi adalah sebuah langkah-langkah yang sifatnya karikatif semata, bahkan tidak terukur.

Pemerintah tidak punya konsep bagaimana memberdayakan produksi pertanian secara khusus beras. Sederhana saja contohnya, ketika harga beras selangit, siapa yang untung? Jelas bukan petani, sebab harga pupuk amat tinggi dan harga gabah sangat rendah. Petani gigit jari. Yang tidak tahan kemudian melakukan konversi terhadap lahan pertaniannya sehingga menurunkan produksi pertanian negara kita yang notabene pernah meraih swasembada pangan.

Pemerintah seolah tak bisa mengendalikan masalah ini. Solusi yang enak dan menguntungkan adalah mengandalkan impor beras. Padahal di dalam negeri sendiri, jika saja pemerintah mau, produksi beras bisa digenjot untuk memenuhi stok dalam negeri kita. Memang di tahun 2007 Menteri Pertanian sudah menyatakan akan meningkatkan produksi sampai 2 juta ton. Sayangnya, pernyataan tersebut sudah kalah kesalib oleh keinginan dan kegetolan pemerintah meneruskan impor beras.

Maka solusi masalah perberasan bukan hanya dengan melakukan operasi pasar beras. Itu adalah sebuah solusi jangka pendek yang hanya akan bertahan dalam keadaan darurat. Yang paling penting adalah pemerintah harus mau mengubah cara dan arah pandangnya dalam menata manajemen perberasan nasional kita. Masyarakat petani harus diberdayakan supaya menjadi petani berkelas dan bermartabat. Ini akan lebih baik supaya kekacauan seperti sekarang tidak terulang terus menerus.

No comments: