Sunday, February 04, 2007

FOKUS Menyatukan Kekuatan Menghadapi Bencana

Awal tahun ini kita memang bagaikan tak berhenti dihadang oleh bencana. Permulaan almanak diisi dengan musibah tenggelamnya kapal KM Senopati Nuasantara dan hilangnya pesawat terbang Adam Air.

Belum berhenti tersebut, masalah tanah longsor, bencana penyakit datang dengan hebat disertai pula dengan serangan flu burung. Belum selesai dengan itu, wabah DBD menyerang. Dan kini, kita menghadapi bencana alam berupa banjir. Sudah 3 hari banjir menyerang Jakarta dan tercatat sudah belasan orang meninggal dunia karena berbagai sebab.

Bencana memang sebuah persoalan yang tidak bisa ditebak datangnya. Namun bencana bisa dihadapi. Itu adalah kata kunci bagi kita ketika kita menghadapi persoalan yang terus menerus menyerang kita ini.

Pengalaman selama ini setiap kali bencana datang kita tidak memiliki kemampuan menghadapinya. Kita selalu saja terlambat dalam menolong mereka yang mengungsi. Bencana yang terjadi justru menyebabkan masalah baru kepada mereka yang mengalami bencana. Akibatnya, pemerintah selalu mendapat tudingan dari masyakat sebagai tidak perduli dan selalu terlambat.

Apa buktinya? Lihat saja penanganan bencana banjir di Jakarta. Pemerintah daerah DKI Jakarta dituding sebagai tidak melalukan penanggulangan bencana dengan baik. Masih banyak warga yang mengungsi hidup dengan penuh keprihatinan. Bahan makanan tidak memadai sementara ancaman penyakit mendatangi.

Sementara itu Wakil Presiden sudah menyatakan pula bahwa pemerintah pusat tidak akan campur tangan karena pemerintah daerah DKI Jakarta dianggap cukup kaya untuk menghadapi masalah itu sendiri. Di saat yang sama DPW PKS DKI Jakarta mencap bencana banjir ini merupakan bukti kegagalan pemerintah daerah.

Memang semua kritik tersebut ada benarnya. Kita sudah mengetahuinya dari media massa yang melakukan investigasi sendiri bencana ini. Namun yang amat disayangkan adalah bahwa dalam bencana, termasuk bencana banjir ini, pemerintah seolah kehilangan tenaga untuk membangun potensi dan kemampuan untuk menghadang bencana.

Akibatnya semua pihak kemudian bekerja sendiri-sendiri, tentunya dengan kepentingannya masing-masing. Lihat saja ketika bencana banjir terjadi. Karena pemerintah tidak bekerja dengan sigap, maka masyarakat sendiri melakukan aktifitasnya tanpa menanti datangnya bantuan dari pemerintah. Dalam keadaan itu, pada saat yang sama, beberapa elemen datang dengan bantuannya kepada masyarakat.

Amat disayangkan bahwa semua berjalan sendiri-sendiri. Masyarakat dengan segala kemampuannya, melalukan pekerjaan menghadapi bencana secara sendiri. Pemerintah juga. Maka bayangkan sumber daya yang tidak efisien yang terbuang begitu saja. Padahal andaikan semuanya bisa dipadukan, maka yang terjadi bukan hanya bahwa masalah akan dihadapi, namun masalah akan dijadikan sebagai sebuah moment kebersamaan yang akan mendorong semangat berbangsa lebih baik lagi.

Yang terjadi kini adalah masalah banjir seolah menjadi polemik. Belum-belum pemerintah dituding terlambat. Lalu masyarakat dituding sebagai tidak melakukan perilaku yang baik. Semuanya bisa dikatakan benar. Tetapi sesudahnya apa?

Inilah yang harus dikoreksi. Menyelesaikan masalah harus benar-benar dengan membangun seluruh kekuatan yang ada pada bangsa ini dengan baik, mengkoordinasikannya supaya bekerja sesuai dengan peran masing-masing dan kemudian membangun sebuah sinergisme supaya tercapai efektifitas dan efisiensi. Bencana bisa terjadi kapan saja dan dimana saja, namun bisa dihadapi dengan cara yang benar.

No comments: