Wednesday, February 21, 2007

FOKUS Kisruh, Sesama Penyelenggara Negara

Kekisruhan baru terjadi di negeri ini. Sesama penyelenggara negara saling serang dan tuding, seolah bukan satu komponen. Kejadian ini benar-benar preseden buruk bagi upaya menuju pemerintahan yang berwibawa.

Sebagaimana diketahui, mantan Menteri Hukum dan HAM yang sekarang menjadi Mensesneg, Yusril Ihza Mahendra, diperiksa oleh KPK sebagai saksi perkara pengadaan pemindai sidik jari. Perkara itu melibatkan Sekjen dan pimpinan proyek karena ditengarai sarat dengan korupsi akibat penunjukkan langsung.

Namun reaksi dari menteri Yusril amat mencengangkan. Dengan membawa sejumlah dokumen berisi rekomendasi dari Presiden mengenai penunjukkan langsung yang dimintakan oleh KPK, Yusril mengadukan Ketua KPK. Alasannya adalah bahwa KPK sendiri melakukan penunjukkan langsung proyek pengadaan alat penyadap.

Sontak, tindakan Yusril menjadi perbincangan publik. Publik terbelah dalam pro dan kontra. Istana Negara pun mengambil sikap. Menteri Sekretaris Kabinet mengadakan jumpa pers yang menyatakan bahwa proyek di KPK atas rekomendasi Menteri Sekretaris Negara yaitu Yusril sendiri. Besoknya, Yusril menggelar jumpa pers dan menyatakan bahwa Keputusan Presiden mengenai penunjukkan langsung harus ditata dengan baik sehingga tidak saling membatalkan aturan yang sebelumnya sudah ada.

Proses yang terjadi di atas adalah sebuah kejadian yang harus kita sesali. Penyelenggara negara yang berhubungan dengan proses hukum, dalam hal ini Mensesneg, KPK dan Menseskab, telah terjebak ke dalam opini-opini yang tidak konstruktif.

Harus kita akui bahwa masalah hukum adalah masalah yang sangat sensitif karena melibatkan begitu banyak filosofi, aturan terkait dan tafsiran, dan yang tidak dapat dilupakan adalah preseden yang ada. Dengan demikian, karena beragamnya pandangan dimana posisi hukum berada, jelas saja tidak dapat diselesaikan dengan melakukan dan melemparkan opini. Opini kepada publik malah akan mengaburkan konteks hukum yang sedang dibangun oleh para penegak hukum.

Jika semua pejabat dan penyelenggara negara memilih jalan melempar opini ketika menyelesaikan kasus tertentu, alamat di negeri ini bakalan kacau akan informasi. Sebab opini lebih sarat dengan pandangan subjektifitas yang dibungkus oleh kacamata pelakunya. Sementara informasi yang benar seharusnya didukung oleh data yang ada.

Bagaimanapun, gambaran pro dan kontra, terlepas dari posisi hukum dan kebenaran yang ada di baliknya, kejadian di atas patut kita sebut sebagai memalukan. Para penyelenggara negara telah terjebak di dalam keinginan untuk membenarkan diri sendiri, yang sayangnya dilakukan di dalam sebuah negara yang tentunya ada aturan tersendiri.

Andainya yang terjadi adalah sebuah penataan yang bersumber dari mereka sendiri, maka kejadian ini tidak akan terlihat di permukaan. Proses penunjukkan langsung proyek pembangunan ternyata menjadi polemik yang sangat penting untuk dibahas ulang. Sebab nyatanya, mekanisme ini memang sarat dengan adu kepentingan dan bisa berujung kepada akibat hukum sebagaimana dialami oleh menteri Yusril.

Namun pada saat yang sama, batasan terhadap penunjukkan langsung juga harus tegas, jangan sampai disalahgunakan tanpa kontrol. Hal itu menjadi catatan penting karena negara, melalui kasus KPK, ternyata melegalkan mekanisme demikian.

Sebagai sebuah catatan, proses ini tidak mudah diselesaikan. Para penyelengga negara harus berbicara dengan cara yang pantas. Opini tidak layak dilemparkan sebab masalah yang ada terlalu rumit untuk dipecahkan dengan cara yang tidak pada tempatnya. Publik jangan sampais dibuat bingung oleh ulah para penyelenggara negara sendiri.

No comments: