Friday, May 25, 2007

FOKUS UN, Memang Perlu Dipersiapkan Matang

Ruang pengadilan memang masih berbicara keadilan. Dalam sidang gugatan yang diajukan oleh mereka yang merasa menjadi korban Ujian Nasional tahun lalu, pengadilan memutuskan bahwa pemerintah telah lalai dalam mempersiapkan UN sehingga mengakibatkan hak asasi penggugat atas pendidikan yang layak tidak terpenuhi.

Kemenangan ini jelas sebuah langkah maju. Warga negara Indonesia sendiri telah memberikan bukti bahwa mereka hanyalah menjadi korban dari sebuah kebijakan bernama UN.

Lagi-lagi kita membuktikan bahwa UN adalah sebuah pelanggaran hukum. Dalam kasus yang mencuat belakangan ini, berdasarkan laporan Komunitas Air Mata Guru di Medan, kecurangan UN justru telah menjadi bukti bahwa asumsi pemerintah mengenai peningkatan prestasi melalui UN hanyalah utopis semata. UN telah menjadikan pendidikan tercerabut dari akarnya yang sebenarnya.

Kebijakan UN memang bisa kita nilai sebagai kebijakan yang salah kaprah. Dengan kebijakan itu seluruh lembaga pendidikan di Indonesia, dimana pun dan pada jenjang apapun dianggap memiliki awal yang sama. Padahal sejatinya tidak demikian.

Pemerintah seolah menutup mata dari fakta bahwa pendidikan kita masih penuh dengan carut marut. Yayasan Nurani Dunia misalnya pernah menunjukkan fakta kerusakan bangunan sekolah di Jawa Barat, sebuah provinsi yang begitu dengan pemerintah pusat. Tetapi nyatanya kerusakan itu seolah dibiarkan.

Pemerintah selalu punya dalih. Pemerintah menyatakan bahwa pemerintah tidak dapat membiayai pembangunan sekolah, pengadaan guru dan lain sebagainya. Padahal untuk pekerjaan tersebut, pemerintah telah mendapatkan amanah dari konstitusi kita sendiri mengenai alokasi anggaran sebesar 20 persen dari APBN.

”Keberanian” pemerintah melanggar sendiri harapan yang telah disampaikan oleh penyusun konstitusi jelas merupakan sebuah pelanggaran. Maka jika diurutkan ke belakang, kasus yang memenangkan gugatan warga negara ini sebenarnya sudah bisa ditebak memang harus mengalahkan pemerintah. Pengadilan oleh Mahkamah Konstitusi telah memenangkan gugatan PGRI yang meminta pemerintah memperhatikan dengan benar bagaimana upaya mengalokasikan anggaran pendidikan dalam APBN.

Memang kita harus akui bahwa pemerintah kesulitan dalam membangun pendidikan kita. Tetapi solusi hal itu bukan tidak pernah ada. Pemerintah harus bercermin dari apa yang dengan usaha sendiri dilakukan oleh masyarakat.

Yayasan Sampoerna misalnya telah mengalokasikan diri bertahun-tahun yang lalu untuk memberikan beasiswa kepada para siswa dan guru yang tidak mampu untuk bersekolah dan meneruskan pendidikannya. Melalui dana yang disisihkan oleh perusahaannya, pemilik perusahaan tersebut memberikan bantuan kepada sekolah yang tidak mampu.

Pada level yang lebih praktis lagi, kelemahan pemerintah sesungguhnya telah ditutupi oleh berbagai elemen masyarakat yang membuka sekolah, lembaga pendidikan sampai universitas sekalipin. Jadi sesungguhnya sungguh alangkah banyaknya potensi masyarakat yang telah menggantikan tugas pemerintah.

Dengan contoh itu kita mengerti bahwa masalah pendidikan seharusnya benar-benar serius disikapi oleh pemerintah. Kebijakan UN benar-benar harus ditinjau ulang karena secara hukum pemerintah telah kehilangan posisi hukum untuk mempertahankannya. Tidak harus demi sebuah kebijakan yang menelan anggaran miliaran rupiah itu kita terus menerus berdebat. Hukum telah memutuskan hal itu dan pemerintah berkewajiban melaksanakannya

No comments: