Friday, May 25, 2007

FOKUS Benahi Birokrasi Kita

Koreksi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara mengenai pengelolaan aparatur negara dan system pemerintahan secara keseluruhan, patut direnungkan. Taufiq Effendi menyatakan bahwa sistem kita memang aneh. Bagaimana mungkin bahwa pemerintah yang mengangkat para menterinya sebagai pembantu tidak dapat melakukan koreksi kepada para gubernur dan bupati hanya karena mereka dipilih secara langsung.

Andaikan itu bersifat keluhan maka jelas ini merupakan sebuah koreksi atas lambannya perjalanan roda pemerintahan selama ini. Sebagaimana kita ketahui pemerintah dituding sangat lamban bertindak dalam banyak hal. Bahkan pemerintah sering datang setelah masalah diselesaikan oleh masyarakat sendiri.

Ditengarai, hal ini disebabkan karena sistem yang ada. Dan memang sebagaimana disampaikan sendiri oleh Men-PAN, pemerintahan kita sering berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya keterpaduan dan kesatuan gerak langkah. Akibatnya yang terjadi adalah kekacauan. Di permukaan, semuanya seolah bekerja padahal tidak.

Tidak usah jauh-jauh. Pada kasus yang sedang menghangat belakangan ini, bagaimana mungkin sertifikat tanah warga masyarakat Meruya bisa dikeluarkan, sementara tanah tersebut sedang berperkara? Ini adalah sebuah logika yang sangat sulit dimengerti oleh kita semua.

Demikian juga dengan berbagai kasus-kasus tanah, sengketa, perdebatan bahkan di dalam banyak kasus, menjadi sumber dari persoalan yang mengemuka secara politik. Lihat saja kasus pengumpulan dana non-budgeter. Pemerintah sudah menginstruksikan bahwa dana negara harus dimasukkan ke dalam dana APBN, apapun itu bentuknya. Melalui rekening negara yaitu Menteri Keuangan jelas-jelas pemerintah menyakan hal itu kepada parlemen.

Tetapi kenyataannya tidak demikian. Pemerintah sendiri seolah tak sanggup menutup ribuan rekening yang dibuka oleh lembaga negara sendiri. Rekening-rekening itu berpotensi menjadi sumber korupsi yang dilakukan sendiri oleh para penyelenggara negara. Maka secara tidak langsung, korupsi memang sudah disuburkan pula oleh negara dalam hal ini pemerintah sendiri.

Fakta lain adalah adanya peraturan yang tumpang tinduh antar instansi bahkan antar daerah. Kasus pungutan yang bersifat retribusi yang kemudian ditimpa oleh pungutan pajak dan kemudian disusul oleh pajak-pajak lainnya, menyebabkan para pengusaha harus gulung tikar karena tak kuat menahan tekanan. Mereka harus dibebani oleh puluhan permintaan sementara iklim yang kondusif untuk berusaha sering sekali tidak mereka dapatkan.

Pemerintah memang kelihatannya belum melakukan apa-apa atas ”kekacauan” birokrasi yang terjadi ini. Pemerintah hanya berdiam diri saja. Pada tataran manajerial, Presiden seolah menikmati terjadinya hal ini. Presiden sering melakukan kegiatan yang berupa single fighter. Masyarakat kemudian merasa bahwa justru Presiden sendiri tidak memberdayakan para pembantunya.

Inilah yang menjadi tantangan pemerintahan kita. Lembaga negara, departemen, instansi, badan dan berbagai unit pemerintahan berada pada posisi masing-masing tetapi sulit untuk bisa bekerjasama. Masing-masing terjebak dalam ego sektoral karena memiliki kepentingan masing-masing.

Sampai kapan pun kita akan sulit mendapatkan kualitas hasil pemerintah yang bermutu, baik itu berupa program, kebijakan maupun solusi atas masalah karena semuanya dibuat secara parsial. Kita harus mengubah maintenance atas hal ini sehingga semuanya bisa menjadi satu kesatuan yang utuh. Birokrasi dan sistem yang berada di dalamnya adalah ujung tombak dalam rangka memberdayakan masyarakat dan melayani masyarakat

No comments: