Friday, May 25, 2007

FOKUS Bela Hak Rakyat Atas Tanah

Hak rakyat atas tanah mendapatkan tantangan. Kali ini warga di Kelurahan Meruya Selatan, Jakarta mendapatkan sebuah masalah besar. Sebuah perusahaan memenangkan gugatan atas lahan puluhan hektar di kawasan tanah mereka. Ini diputuskan oleh Mahkamah Agung, sebuah lembaga pemutus yang bersifat final.

Hal ini jelas sangat membingungkan warga. Setahu mereka, warga masih memegang sertifikat atas tanahnya sendiri. Bagaimana mungkin Badan Pertanahan Negara dalam hal ini sebagai pemegang bukti dan pemberi sertifikat bisa mengeluarkan sertifikat ganda? Siapa yang memalsukan surat tanah?

Agenda politik langsung merebak ketika kasus ini semakin kencang bergulir. Anggota DPR berdatangan ke sana. Bahkan komisaris perusahaan tersebut diundang ke parlemen untuk menjelaskan kasus tersebut. Di sana perusahaan tersebut memang tidak dapat menunjukkan sertifikat tanah dari BPN. Keanehan karena bagaimana mungkin mereka bisa memenangkan kasasi padahal barang bukti tidak dapat diperlihatkan.

Gubernur Sutiyoso sendiri sudah menyatakan bahwa dirinya akan berdiri di bekalang masyarakat. Jelas, menurut Gubernur DKI Jakarta ini, hak rakyat atas tanahnya sendiri di Meruya Selatan, telah digerogoti secara sengaja.

Memang dalam kasus ini kita memang menyaksikan bagaimana hak rakyat atas kepemilikannya sendiri dijadikan sebagai permainan. Sejak puluhan tahun sebelumnya rakyat sudah memiliki tanah di sana, bahkan menjadikannya sebagai lahan persawahan. Ketika pengembang berdatangan ke sana, dari sanalah berbagai intrik untuk mengusir warga secara tidak langsung dihasilkan.

Sebagai sebuah strategi, para pengembang inilah yang kemudian menjadikan hak rakyat atas tanahnya sendiri semakin tidak bisa lagi dipegang. Dimana-mana, rakyat akhirnya merelakan satu demi satu miliknya dengan imbalan yang sangat rendah. Di Sumatera Utara misalnya, harga tanah di kawasan pantai di Pulau Nias pernah hanya dihargai Rp. 25,- Sungguh ini memang sangat keterlaluan.

Model pencaplokan hak rakyat atas tanahnya sendiri memang sudah sangat sistematis. Para pengusaha yang datang dengan modal yang sangat besar itu, menjadi pemiu awal yang kemudian menjalar ke organ negara semisal Badan Pertanahan Negara atau lembaga sejenisnya. Rakyat, yang sudah puluhan tahun berada dan berdiam di atas tanahnya, bisa terlempar tanpa sebab dari atas tanahnya sendiri. Hal ini karena permainan politik hukum telah menjadi sangat dominan manakala kepentingan bisnis sangat menggurita.

Di kota besar, gejala ini juga berlangsung bahkan dengan melanggar hukum. Di atas tanah rakyat yang bertujuan untuk melayani kepentingan rakyat kecil dan miskin sekalipun, pemerintah daerah telah banyak melakukan tukar guling. Gedung SD ditukar dengan perusahaan. Bahkan di kota Medan, bangunan pendidikan yang tujuannya untuk memajukan bangsa, justru dijadikan perumahan ruko. Kawasan permaian sebagai lahan publik juga ditukar dengan swalayan dan mall. Semuanya diukur dan dinilai dengan potensi bisnis yang bisa dihasilkannya.

Kasus Meruya Selatan adalah puncak dari berbagai penyelewengan dimana negara dan aparatnya sendiri telah terlibat secara penuh. Mereka telah menjadikan rakyat hanya sebagai penumpang di negeri ini. Rakyat bena-benar harus dibela. Mereka yang terancam di eksekusi haknya harus dibela dengan sungguh-sungguh dan dilepaskan dari media politik. Seluruh sistem hukum yang tidak benar harus dibenahi supaya rakyat tidak dibiarkan menderita dan dikubur di atas tanahnya sendiri secara sangat tidak terhormat

No comments: