Friday, April 25, 2008

OPINI Gubernur dan Wakil Gubernur Pilihan Kita


Akhirnya KPUD Sumut menetapkan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih Sumatra Utara dalam Pilkada 2008 ini adalah pasangan Syamsul Arifin dan Gatot Pujo Nugroho. Pasangan ini memperoleh suara sekitar 28 persen, mengalahkan kandidat lainnya.
Apa respon pasangan yang terkenal dengan nama Syampurno ini? Bahagia dan haru? Pasti. Yang namanya kemenangan, tentunya harus disyukuri dan dijadikan kebahagiaan. Tetapi yang juga pasti adalah bahwa pengumuman KPUD Sumut itu bukan akhir dari segalanya. Apa yang harus dikerjakan kemudian?



Kepemimpinan keduanya akan diuji bukan dalam hitungan hari saja. Melainkan dalam waktu 365 hari dikali 5 tahun. Mereka akan memimpin Sumatera Utara dalam waktu yang tidak singkat, tetapi 5 tahun ke depan. Mereka akan menjadi pemandu pembangunan Sumatera Utara, dalam melewati setiap dinamika masyarakat dalam 5 tahun ke depan ini.

Suka atau tidak suka, sebagai masyarakat yang berada dalam bingkai demokrasi, inilah faktanya, bahwa mereka berdua adalah pemenang dari kompetisi bernama Pilkada Gubernur Sumatera Utara. Pasangan Syampurno terpilih sebagai pemimpin setelah melewati proses yang sesungguhnya sangat demokratis. Mereka diusung oleh parpol yang berhak mengusung mereka, mereka—juga pasangan yang lainnya—telah melewati verifikasi dari KPUD Sumut, dan kemudian telah melewati masa kampanye serta kemudian detik-detik penghitungan suara.


Tetapi suka atau tidak suka juga, pasangan Syampurno harus juga mengakui bahwa menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tidak boleh berhenti pada hari kemenangan saja. Perayaan mungkin boleh. Tetapi di depan masih banyak tugas besar menanti. Persoalan pasca pilkada, mulai dari konsekuensi politik, sampai dengan upaya besar menggerakkan pembangunan di Provinsi Sumatera Utara adalah sebuah proyek besar yang sangat menguras energi dan perhatian.

Harapan
Masyarakat Sumut berharap bahwa pasangan Syampurno akan menjadi pemimpin yang memimpin dengan kejujuran dan keberanian. Kedua kata itu, jujur dan beraniperlu dipegang oleh kedua tokoh itu.

Banyak pemimpin sekarang ini kehilangan dukungan dan kepercayaan dari masyarakat karena mereka sudah berlaku tidak jujur. Di pentas nasional, banyak tokoh, setelah kekuasaan terpenuhi dan dimiliki, kemudian mengingkari bahwa mereka pernah berjanji kepada masyarakat, pernah meminta dukungan masyarakat, bahkan pernah berkampanye pada masyarakat. Pemimpin tipe ini bukanlah tipe yang jujur.

Negeri ini adalah pentas dimana orang yang tidak jujur berseliweran. Setiap kali kampanye, setiap kandidat mencap diri bersih dan memiliki program yang menjanjikan. Mereka menyatakan akan melakukan ini, akan mengerjakan itu, akan membangun ini dan menyelesaikan itu. Tetapi ketika kemudian kekuasaan diperoleh, mereka kerap menerima aliran uang yang hanya menguntungkan mereka saja, mereka menggunakan kekuasaannya untuk menciderai masyarakat, bahkan menggunakan posisinya untuk melanggengkan kedudukan dan posisinya.

Itu adalah bentuk ketidakjujuran. Masyarakat berharap bahwa kejujuran pasangan Syampurno akan terus berlangsung dan dipelihara. Masyarakat akan sangat merekam setiap tindak tanduk pasangan ini termasuk kalau dalam menjalankan pemerintahannya mereka berbuat kecurangan. Masyarakat akan menunggu hari demi hari, dan menanti apakah Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih ini akan menepati janjinya atau tidak.

Yang berikutnya, keberanian. Keberanian penting untuk membangun Provinsi Sumatera Utara. Ada pameo yang terkenal bahkan di seluruh Indonesia, bahkan urusan keberanian menyogok, penggunaan uang negara, uang pelicin dan segala macam korupsi, semuanya amat terus terang dan terbuka jelas di Sumatera Utara. Istilahnya, di Sumatera Utara yang namanya uang yang tidak benar, sudah ”tahu sama tahu”.

Bahkan kata-kata ”sumut” telah diplesetkan oleh banyak orang sebagai ”semua urusan menggunakan uang tunai”. Apa arti dari semuanya itu? Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih harus malu memimpin provinsi yang dicap demikian. Pasangan Syampurno harus mengubah pameo ini sehingga masyarakat lebih bermartabat. Bukan hanya melawan uang yang tidak jelas, Gubernur dan Wakil Gubernur ini juga harus berani dan dengan gagah berani berani melawan dan membersihkan korupsi di Sumatera Utara.

Di negeri ini yang namanya pejabat kaya, petinggi terkenal, dan elit politik populer sudah banyak. Tetapi yang punya nyali untuk hidup miskin, tidak disukai bahkan dibenci karena berani melawan korupsi masih jarang terdengar. Karena itu, Gubernur dan Wakil Gubernur ini harus berani melawan arus. Keduanya harus benar-benar berani seberani-beraninya membersihkan korupsi di Sumatera Utara.

Yang juga dibutuhkan, selain jujur dan berani adalah kekuatan untuk membangkitkan semangat. Keduanya harus bisa menggerakan masyarakat untuk berbuat bagi Sumatera Utara supaya provinsi ini maju dan mandiri. Sumatera Utara ini adalah daerah yang amat kaya. Tetapi sayangnya, selama ini seluruh sumber daya yang ada hanya dimanfaatkan untuk kepentingan segelintir atau sekelompok orang saja. Disparitas pembangunan amat terasa kalau kita membandingkan pembangunan antar kawasan, antar kelompok ekonomi tertentu, bahkan antar strata sosial tertentu.

Akibatnya, masyarakat ”biasa” banyak yang kemudian kehilangan sense of belonging. Masyarakat hanya suka menjadi penonton. Ketika masyarakat diabaikan bertahun-tahun dalam seluruh sistem kehidupan, bahkan kadang-kadang tidak diperhatikan dan tidak diperhitungkan sama sekali menyebabkan masyarakat menjadi apatis. Masyarakat beranggapan bahwa provinsi ini hanya untuk mereka yang memiliki kesempatan dan kekuasaan serta kedekatan dengan yang berada di ”atas”. Maka yang terjadi bisa ditebak. Semangat memberikan yang terbaik bagi daerah ini mengendor, menipis dan kini hilang sama sekali. Itulah yang bisa kita rekam sebagai salah satu alasan mengapa banyak warga yang meski namanya ada dalam DPT tetapi enggan memilih.

Posisi Merakyat

Terekam dari berbagai fakta yang kita temukan di lapangan, ada harapan yang sangat besar dari masyarakat untuk mengidamkan sosok pemimpin yang merakyat. Pemimpin yang tidak jauh, tetapi dekat, bukan hanya karena kehadirannya secara fisik, tetapi karena kedekatan hatinya pada setiap persoalan masyarakat, beban masyarakat, serta berbagai harapan masyarakat. Banyak pemimpin biasanya hanya tahu duduk dan memerintah dari jauh. Pemimpin tipe ini amat banyak di negeri ini. Mereka hanya tahu bahwa segala bentuk pelayanan dan pekerjaan untuk masyarakat sudah dibereskan. Tetapi pemimpin tipe ini tidak tahu apa bentuk pelayanan dan pekerjaan yang dilaksanakan untuk rakyat tadi. Tipe ini hanya tahu memberi perintah dan memerintahkan.

Masyarakat sudah jemu dengan pemimpin yang hanya menggunakan telunjuk untuk menuding dan menghakimi. Masyarakat sudah jemu dengan pemimpin yang hanya tahu tidur dan tidak sadar bahwa masyarakat kelaparan. Masyarakat sudah jemu dengan berbagai melodrama yang dimainkan untuk mengelabui masyarakat. Bahkan masyarakat sudah jemu kalau para pemimpin hanya memperkaya diri sendiri dengan uang rakyat.

Masyarakat mengidamkan pemimpin yang merakyat. Untuk bisa sukses, keduanya harus bisa merakyat. Merakyat artinya merasakan apa yang dirasakan oleh rakyat, merasakan penderitaan, bahkan setiap detak jantung masyarakat. Keduanya, jika ingin disebut merakyat, harus menggunakan setiap detik dalam hidupnya untuk memikirkan bagaimana nasib rakyat. Keduanya, jika ingin disebut merakyat, harus benar-benar menjadi rakyat biasa, dari cara hidup, sampai dengan cara berpikir. Jika ingin merakyat, keduanya harus benar-benar menjadi pemimpin bagi setiap orang—kurang lebih 12 juta masyarakat Sumatera Utara.

Pemimpin yang memposisikan diri seperti itulah yang dirindukan oleh masyarakat Sumatera Utara. Kalau selama 5 tahun keduanya, Syamsul Arifin dan Gatot Pujo Nugroho bisa merakyat, bukan tidak mungkin mereka akan menerima mandat berikutnya dari masyarakat. Selamat dan bersiaplah menjalani tugas sebagai pengemban amanah masyarakat Sumatera Utara sebagai Sumut 1 dan Sumut 2


No comments: