Wednesday, April 23, 2008

FOKUS Tanggung Jawab Besar Masyarakat Sumut Pasca Pilgubsu

Rasanya risau manakala menyaksikan bagaimana sekelompok masyarakat masih saja mendatangi KPU Sumut meminta pilkada ulang. Mereka menuntut supaya KPU Sumut membatalkan hasil rekapitulasi karena nama mereka tidak terdaftar sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap.



Benar tanggapan Ketua KPU Sumut bahwa sudah sejak lama masyarakat diberikan kesempatan untuk melakukannya, jauh sebelum Pilgubsu. KPU sudah menempelkan DPT di kantor kelurahan, lalu memberikan waktu untuk memperbaikinya kepada masyarakat. Angka 8,4 juta jiwa sebagai pemilih dalam pemilu tersebut bukan angka tiba-tiba, tetapi berasal dari perhitungan.

Rasanya kesadaran bahwa nama mereka seharusnya terdaftar memang terlalu terlambat. Jauh-jauh hari KPU Sumut dengan berbagai metode sosialisasi telah menempuh segala cara, baik melalui media massa, media elektronik bahkan dengan menggunakan berbagai alat peraga lainnya.

Tetapi itulah faktanya. Sekali lagi kita sangat menyesali betapa banyaknya nama yang memang tidak terdaftar. Lebih dari 35 persen kemudian pemilih kemudian menjadi golput, yang sebagian di antaranya adalah mereka yang karena kesadaran yang terlambat tadi harus menyesal.

Jelas benar bahwa masyarakat kita memang memiliki budaya politik yang sangat instant. Mereka tidak menyadari bahwa demokrasi adalah perjuangan panjang yang dengan penuh kesabaran, bahkan pengorbanan, harus diperjuangkan. Pengorbanan, terkadang memang berat diberikan oleh masyarakat yang mengharapkan demokrasi sebagai lampu aladin.

Masyarakat menyangka bahwa demokrasi bisa meyelesaikan masalah dalam sekejap. Masyarakat memiliki mimpi bahwa demokrasi adalah sekejap mata terjadi perubahan dalam seluruh aspek. Tetapi karena itu tidak terwujud, maka masyarakat kemudian dengan mudahnya melakukan tindakan yang sangat berisiko, yaitu memilih figur populer atau figur baru tanpa mengetahui track record-nya.

Persoalan ini sudah disadari oleh banyak pihak. Ketika menyadari bahwa banyak figur baru bermunculan, sebenarnya ada bahayanya, yaitu bahwa masyarakat hanya menggunakan euforia dalam melakukan pemilihan itu. Mereka hanya menggunakan emosi belaka sebelum menetapkan pilihan. Dan itu pulalah yang kemudian terjadi kini, kalau sebagian masyarakat menyelesali hasil pilgubsu, bahkan menyesali ketiadaan nama mereka di dalam DPT yang berakibat pada golputnya tadi.

Bagaimana menyelesaikan masalah ini? Jelas untuk menganulir pilkgubsu sama sekali tidak ada dasar hukumnya. Tuntutan sekelompok masyarakat yang hanya membawa kepentingan dirinya sendiri itu sangat tidak mungkin diakomodir sebagai sebuah persoalan hukum. Tetapi bahwa proses untuk menggugat hasil pencatatan DPT memang terbuka luas.
Belajar dari kasus ini, yang paling tepat adalah menyampaikan abhwa proses pilgubsu ini pembelajaran penting pada masyarakat agar mengikuti kata pepatah, ”jangan meninggalkan gelanggang ketika pertandingan belum usai”. Proses demokrasi masih panjang dan menemuh waktu yang tidak sedikit. Karena itu semua pihak, termasuk masyarakat, harus belajar bersabar dan dengan tekun melakukan tindakan yang mendorong supaya demokrasi tadi bisa berbuah dan menghasilkan kesejahteraan bagi kepentingan bersama.

Kita ingatkan kepada seluruh masyarakat bahwa andaikan proses penghitungan suara dalam pilgubsu ini sudah selesai, itu bukan berarti bahwa masyarakat bisa mengabaikan proses selanjutnya. Masih diperlukan pemantauan, pengamatan, dan pendampingan terhadap seluruh proses lima tahun ke depan ini

No comments: