Tuesday, March 27, 2007

FOKUS Mengukur Kinerja Parlemen

Lagi-lagi anggota DPR bikin ulah. Kali ini mereka akan menerima laptop. Masing-masing dari 550 orang itu akan menerima jatah satu laptop. Total dana yang di butuhkan mencapai lebih dari Rp. 12 miliar rupiah.

Kembali publik merasa di zhalimi oleh tingkah laku anggota DPR ini. Mereka tak juga kapok-kapok mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan oleh masyarakat kepada mereka, untuk duduk dan mengemban amanah mulia, melayani masyarakat dan memberikan bakti secara tulus.

Bukannya memenuhi harapan itu, mereka malahan menggunakan harapan itu sebagai alat untuk memperkaya diri sendiri dan kepentingan mereka. Padahal, bayangkan saja dengan dana miliaran rupiah tersebut, banyak kepentingan publik yang bisa dikerjakan. Sekolah, kesehatan, jalan, dan sebagainya, jelas amat penting untuk diperhatikan. Namun anggota DPR merasa bahwa mereka lebih utama untuk diperhatikan dibandingkan semuanya itu.

Kalau bicara soal kepantasan, rasanya aneh bin ajaib bahwa parlemen kita memang selalu tidak pernah merasa puas. Dulu mereka pernah mengajukan biaya untuk mengadakan mesin cuci bagi mereka. Lalu kemudian mereka mengusulakan pendanaan untuk biaya perjalanan dan komunikasi bagi mereka. Dan kini, untuk kepentingan yang belum tentu mendesak pun mereka mendesakkannya ke dalam anggaran negara.

Anggota DPR di luar negeri saja tidak petantang petenteng dengan laptop. Mereka lebih suka menggunakan apa yang memang sepantasnya dimiliki oleh anggota parlemen, yaitu kemampuan berkomunikasi. Untuk mempersiapkan agenda dan rapat mereka, mereka menggunakan sekretaris pribadi. Yang lebih utama bagi mereka adalah kemampuan beradu argumentasi, membangun lobby dan negosiasi politik.

Di kita sebaliknya. Anggota parlemen kita amat manja. Padahal mereka sudah diberikan ruang kerja masing-masing. Lalu setiap mereka diberikan staf pribadi dengan perlengkapan yang memadai termasuk komputer. Bukankah kebanyakan mereka juga tidak mampu menggunakannya?

Publik kelihatannya mulai memahami bahwa logika anggota parlemen memang kebanyakan sudah sungsang. Bukannya bekerja dengan baik sesuai dengan amanah yang telah disampaikan kepadanya, mereka malah menjadikan masyarakat sebagai tumbal. Pasca pemilu, kebanyakan anggota DPR memang putar barisan, lalu menghadapkan wajahnya kepada kekuasaan.

Pengalaman memang menunjukkan bahwa menjadi anggota DPR seolah dijadikan sebagai kesempatan besar untuk meraup keuntungan. Ada prinsip aji mumpung di dalamnya. Lihat, bagaimana fakta ini terungkap di persidangan yang melibatkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan. Dari pengakuan di persidangan, ternyata ada uang yang mengalir untuk diberikan kepada mantan anggota Komisi III DPR RI, yang ditujukan untuk THR, kunjungan dan keperluan lain yang bukan sepantasnya diberikan.

Sungguh sangat menyedihkan jika kelakuan anggota DPR kita tak lebih dari mereka yang mencari ”gaji” daripada memberikan pengabdian terbaik. Padahal, dimana-mana, menjadi pejabat publik dan pejabat negara semisal anggota DPR adalah sebuah jabatan yang sarat dengan kemuliaan nurani dan tanggung-jawab pribadi yang amat besar. Kesempatan untuk menjadi anggota DPR seharusnya digunakan sebagai kesempatan besar untuk mengerjakan hal besar bagi masyarakat. Ternyata, semaunya tidak demikian. Anggota DPR kita masih memiliki kelas yang tidak bisa menunjukkan kebanggaan kepada kita

No comments: