Saturday, March 31, 2007

FOKUS Membela Petani

Pemerintah mengumumkan bahwa akan diadakan perubahan dalam pembelian harga dasar gabah dan beras bagi petani. Kalau selama ini pembelian gabah dihargai kurang dari Rp. 2000 saja per kg-nya, kini pemerintah menaikkannya dalam kisaran sekitar Rp. 500. Sementara itu untuk beras pemerintah menaikkan harganya menjadi Rp. 4000 dari sebelumnya hanya sekitar Rp. 3550 per kg-nya.

Pengumuman itu disampaikan langsung oleh pemerintah melalui Menteri Pertanian dan Menko Ekuin dalam sebuah jumpa pers di Jakarta. Apa arti dari pengumuman tersebut?

Petani memang selama ini selalu menjadi korban dari kebijakan pemerintah sendiri. Di hulu, pemerintah tidak memberikan kebijakan yang bersifat insentif. Jangankan memberikan harga dasar pupuk yang bisa menguntungkan petani, pemerintah juga gagal dalam mengendalikan bibit benih padi. Di lapangan ditemukan banyak bibit palsu yang beredar dan menipu para petani.

Di sepanjang musim tanam pemerintah juga seolah tidak perduli. Para penyuluh pertanian misalnya tidak berperan maksimal. Maka praktis, yang terjadi adalah petani dibiarkan sendiri dalam menjalani kehidupan mereka sebagai petani. Mereka harus menanam dan menjalankan aktifitas pertaniannya scara mandiri tanpa keperdulian dari pemerintah.

Akhinya yang kita perhatikan adalah banyaknya petani yang bertumbangan. Mereka harus beralih profesi. Mereka tidak sanggup bertahan dalam menjalankan aktifitas mereka tanpa hasil yang menguntungkan bagi masa depan mereka sendiri.

Lihat saja bagaimana tidak berpihaknya pemerintah. Beras yang dipanen petani kelihatannya tidak dihargai. Pemerintah lebih menyukai memasukkan beras dari luar negeri. Maka impor beras dilakukan setiap tahunnya tanpa memperhitungkan dampaknya kepada para petani.

Maka dampak ganda yang berlebihan akibat kebijakan yang tidak berpihak itu benar-benar telah menjadikan para petani sebagai warga negara yang terabaikan di negerinya sendiri. Sayangnya pemerintah bermain dua kaki. Di satu sisi ketika pemerintah membutuhkan para petani, pemerintah bermuka amat manis. Tetapi ketika musim impor beras tiba, pemerintah meminta para petani kita untuk mandiri.

Pemerintah memang tidak berperan sebagai pengelola sistem pertanian yang baik. Pemerintah tidak menggunakan seluruh akses yang ada pada dirinya untuk menyelenggarakan sistem pertanian yang berciri khas swasembada pangan.

Di depan mata tantangan akan kebutuhan beras sudah menantang. Berdasarkan proyeksi, jumlah penduduk Indonesia di masa depan akan berlipat kali. Maka kebutuhan beras untuk penduduk sebanyak itu pastilah akan sangat besar. Maka jika pemerintah tidak mengintensifkan upaya untuk mengurus bidang pertanian ini maka kita akan menjadi negara produsen beras yang amat tinggi. Tetapi kita tidak mudah melakukannya sebab kapasitas ekonomi kita tidak mampu menghasilkan devisa sebanyak itu.

Maka alhasil, kita kuatir di masa depan, bangsa ini akan terbenam dalam krisis. Masing-masing akan mempertahankan kepemilikan atas modal, sumber daya dan lain sebagainya. Sementara negara, akan sangat sibuk mencari cara untuk memenuhi kebutuhan warga negara yang semakin lama semakin sulit untuk dicukupkan.

Maka kita berharap bahwa keberpihakan kali ini tidak dengan maksud yang lain. Dan ini butuh langkah konkrit di lapangan. Yang lebih penting tetap adalah membangun sistem pertanian yang kuat dan memberdayakan para petani supaya skenario masa depan yang lebih buruk tidak terwujud.

No comments: