Sunday, August 31, 2008

FOKUS: Kompetisi Saling Tuding

Menjelang pemilu 2009, aksi permainan politik semakin memanas. Beberapa politisi sudah mulai main aksi saling tuding mengenai sebuah persoalan. Layaknya proses kampanye di Amerika Serikat, dimana Obama dan McCain saling menyalahkan secara terbuka, di Indonesia juga tidak kalah menarik. Kebijakan masa lalu adalah salah satu sasaran penting yang kini menghangat



Menjelang pemilu 2009, aksi permainan politik semakin memanas. Beberapa politisi sudah mulai main aksi saling tuding mengenai sebuah persoalan. Layaknya proses kampanye di Amerika Serikat, dimana Obama dan McCain saling menyalahkan secara terbuka, di Indonesia juga tidak kalah menarik.
Kebijakan masa lalu adalah salah satu sasaran penting yang kini menghangat. Adalah proyek Tangguh yang menjual gas kita ke China dengan harga sangat rendah. Wapres Jusuf Kalla kemudian menyatakan kepada media bahwa harga itu sangat rendah dan sangats merugikan Indonesia puluhan tahun ke depan. Penyebabnya kata Wapres adalah karena harga saat itu ditentukan sendiri oleh Megawati Soekarnoputri, Presiden saat itu yang kini diusung oleh PDI-P.
Pernyataan tersebut spontan dibalas oleh PDI-P. Megawati menyatakan bahwa pada tahun 2002, yang mengurusin masalah tersebut adalah SBY dan Jusuf Kalla sendiri yang waktu itu memang menjadi menteri di masa pemerintahannya. Saling tuding kemudian menjadi menghangat karena melibatkan kader parpol itu. Effendi Simbolon, kader PDI-P meminta kepada SBY dan JK, kalau mau ”head to head” di DPR mengenai hal itu, silahkan saja.
Memang masalah energi ini menjadi masalah penting karena belakangan ada semacam tudingan kepada pemerintah ini yang hanya tahu menjual sesuatu kepada negeri ini, dan dengan cara demikian malah memiskinkan masyarakatnya. Tudingan ini sempat juga menjadi bahan kampanye Amien Rais yang menyatakan bahwa jika dirinya menjadi Presiden RI kelak, maka ia akan mengambil 50 persen dari kontrak itu untuk dikembalikan kepada masyarakat.
Sebagaimana di Amerika dimana masalah sentral adalah masalah ekonomi, maka di Indonesia juga tidak jauh berbeda. Masyarakat diperhadapkan kepada masalah ekonomi, karena itu masyarakat akan sangat konsern kepada hal-hal yang berhubungan dengan kejadian tersebut.
Kenaikan harga elpiji belakangan ini kemudian menjadi salah satu sumber ketidaksenangan masyarakat kepada pemerintah. Tetapi lihatlah bahwa kemudian yang dilakukan pemerintah adalah mencoba membuang penyebab masalah ini kepada rezim masa lalu dimana terang-terangan memang merugikan masyarakat banyak, tetapi SBY dan JK juga jelas tidak bisa melepaskan diri dari kebijakan masa lalu. Bahkan masyarakat curiga, mengapa baru sekarang pemerintah menegosiasi kembali proyek Tangguh tersebut ketika pemerintahannya hendak berakhir.
Beberapa pekan ke depan, masalah-masalah krusial akan terus menerus menjadi bahan perdebatan di antara para elit politik. Mereka akan menyebut diri lebih baik dari lawannya, dan akan mencoba mencari potensi-potensi dimana lawan politiknya akan mengalami popularitas yang merosot.
Salah satu sumber tuding menuding lain adalah beberapa masalah korupsi yang kini ramai diperbincangkan. Setelah tudingan bahwa kader Partai Golkar, Paskah Suzeta yang kini menjadi Menteri di Kabinet Indonesia Bersatu menerima 1 miliar rupiah dari BI, kali ini giliran kader PDI-P yang ”berbunyi” sendiri yang menyatakan bahwa ia menerima uang Rp. 500 juta di saat pencalonan Miranda Goeltom sebagai Deputi Senior BI.
Entah apa lagi yang nantinya akan kita saksikan. Aksi saling tuding dan tebar persoalan akan terus menerus memanas. Yang dibingungkan adalah masyarakat yang hanya bisa terpana melihat elit kita hanya sibuk dengan dirinya sendiri dan tidak pernah mengurusi masyarakat dengan baik (***)

No comments: