Wednesday, December 10, 2008

Fokus HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA

Setiap tanggal 9 Desember selalu diperingati secara global sebagai Hari Anti Korupsi Internasional. Hari itu dirayakan sebagai momentum untuk memperingati perlawanan terhadap korupsi di seluruh penjuru dunia.
Korupsi memang selalu menjadi tujuan dari perjuangan para aparat penegak hukum dan elemen pejuang perlawanan. Begitu banyak upaya dikerahkan untuk melawan korupsi sampai-sampai seluruh negara diberikan rangking korupsinya demi menggubah dan memberikan sanksi sosial di antara bangsa-bangsa.



Korupsi dianggap berhubungan dengan kesejahteraan sebuah bangsa. Negara bersih, negara bebas korupsi, negara semakin sejahtera. Dimana-mana, selalu ada justifikasi bahwa semakin terbuka dan maju sebuah bangsa, salah satu indikatornya adalah status kejadian korupsi di negara tersebut.

Bagaimana Indonesia? Posisi korupsi kita memang belum banyak berubah. Tempat duduk kita belum beranjak dari posisi nomor urut bontot dalam perlawanan terhadap korupsi. Pada tahun 2007, indeks persepsi korupsi kita berada pada nomor urut 143 dari 180 negara yang disurvei. Pada tahun 2008 ini ada perbaikan. Kita “naik kelas” menduduki tempat 126 tetapi tidak lebih baik dari Nigeria, Vietnam, atau Ethiopia dalam posisi. Kita memang lebih baik dari Uganda, Liberia atau Filipina. Singapura, negara tetangga yang amat dekat dengan kita, tetap berada dalam posisi 5 terbesar dalam urusan bersih korupsi. Pengaruh kedekatan dengan negara mereka ternyata tidak menular pada kita yang masih berkutat pada urusan korupsi ini.

Urusan korupsi, memang kebanyakan masih dipersepsikan kepada kita, negara yang sebenarnya sudah tidak bisa lagi dikatakan terbelakang, tetapi nyatanya masih berdiri sejajar dengan kebanyakan negara Afrika dalam urusan korupsi.
Memang di Indonesia ada gerakan maju, tetapi belum cukup efektif untuk memberikan hasil yang signifakan dalam menekan laju perlawanan terhadap korupsi. Sebagaimana dicatat oleh Transparancy Internasional dalam laporannya di tahun 2008 ini, upaya perlawanan korupsi di Indonesia menghadapi apa yang disebut sebagai perlawanan para koruptor.

TI mencatat bahwa koruptor di Indonesia mencoba merasuki para penegak hokum dengan berbagai cara. Sejak dari masalah terbongkarnya kasus korupsi di KPU, kemudian disusul oleh kejadian korupsi di salah seorang aparat di tubuh KPK, sampai kemudian tertangkapnya salah seorang penggagas perlawanan anti korupsi Romli Atmasasmita, dianggap sebagai bagian dari skenario besar para koruptor untuk memangkas semangat perlawanan terhadap korupsi. Sekarang ini ditengarai bahkan ada rencana untuk mempreteli kewenangan lembaga taskforce seperti pengadilan ad hoc dan KPK. Yang terbaru, kali ini pemeriksaan anggota DPR pun tak lagi serta-merta mudah dilakukan sebab sedang diusulkan supaya mereka yang kini ramai ditangkap KPK itu harus mendapatkan persetujuan Presiden terlebih dahulu.

Sebagai bagian dari kekuasaan, korupsi memang sulit untuk diberantas. Lamanya kekuasaan di negeri yang memberikan upah kenyamanan dan ketenangan kepada mereka yang mendukungnya menyebabkan penanganan korupsi tidak mudah. Setiap kali aparat penegak hukum bergerak, yang dihadapi adalah lingkaran setan pelaku korupsi yang berada dimana-mana. Korupsi selalu saja menjadi bagian dari kegiatan di pemerintahan, bisnis, bahkan di tubuh aparat penegak hukum sendiri.

Karena itulah, perlawanan terhadap korupsi selalu saja dibayang-bayangi oleh semangat anti tesis dari mereka yang tidak ingin korupsi hilang dan terhapus dari negara kita. Mereka selalu saja mengangkat bendera perang kepada keinginan untuk melawan korupsi.
Apa boleh buat, genderang perang telah ditabuh. Peningkatan peringkat harusnya bisa membawa kita lebih semangat lagi. Sungguh sangat bisa dibanggaan bahwa dibandingkan dengan tahun 2007 kita bisa lebih baik. Ternyata, kita memang bisa melawan korupsi itu.



No comments: