Monday, December 04, 2006

FOKUS Moralitas Anggota DPR, Memalukan

Beredarnya rekaman berisikan adegan mesra antara salah seorang anggota DPR dengan seorang penyanyi dangdut telah menghebohkan seluruh kita. Adegan berbau mesum itu menjadi bola politik yang menjadi liar dan mengundang berbagai kritik dan tudingan tak sedap kepada parpol yang menjadi tempat asal yang bersangkutan.

Lagi-lagi, kejadian di atas, apa boleh buat, telah menempatkan anggota DPR kepada bukti berikut dari ketidakjujuran moral. Sebelumnya berbagai kasus telah menunjukkan ketidakmampuan mereka menjadi sosok dan elit yang bisa diteladani.

Jamak kita ketahui sebelum ini adalah kepergian mereka untuk berkunjung ke luar negeri. Dengan menggunakan uang negara, dengan berbagai alasan yang sebenarnya tidak masuk akal dan sangat memaksakan diri, mereka ketahuan berbelanja di negeri tujuan mereka. Tanpa malu-malu mereka pulang dengan membawa belanjaan tanpa tahu apa hasil dari kepergian mereka itu.

Hal ini benar-benar sudah di luar batas kewajaran. Dan ini terjadi bukan hanya dilakukan oleh anggotanya. Ketua DPR sendiri memberikan contoh betapa elit politik kita jauh dari kepatutan. Dalam sebuah perjalanan safari Ramadhan beberapa waktu yang lalu Ketua DPR menggunakan fasilitas parlemen untuk mendukung kegiatan pribadinya itu. Bahkan sambil membagikan voucher bantuan sekolah, Ketua DPR tetap bersikukuh bahwa dirinya melakukannya atas nama pribadi. Belakangan, sekelompok orang kemudian mengadukanya ke Badan Kehormatan DPR.

Kepatutan dan moralitas memang amat jauh dari mereka yang duduk di parlemen sana. Mereka hanya mementingkan hasrat dan keinginan semata, tanpa tahu lagi batas dan rambu-rambu sebagai wakil rakyat yang dipanggil “terhormat”. Lihat saja di berbagai daerah yang namanya wakil rakyat banyak kedapatan berbuat mesum, menggunakan narkoba, tersangkut judi, dan yang paling memalukan adalah korupsi berjamaah. Sayang bahwa mereka tidak malu-malu melakukannya, seolah tindakan itu adalah sebuah privillage atas jabatan mereka sebagai anggota parlemen.

Persoalan di negara ini adalah pada rule of conduct yang sama sekali tidak dipegang dengan baik. Memang ada Badan Kehormatan DPR. Namun badan bentukan DPR ini sendiri adalah badan yang sama sekali tidak punya kewenangan untuk memberikan putusan menyangkut pelanggaran susila tanpa ada laporan dari masyarakat. Badan ini benar-benar adalah badan politik yang dibuat hanya karena desakan warga masyarakat kala itu.

Akomodasi rule of conduct ini menyebabkan anggota parlemen baik di pusat maupun di daerah dengan seenaknya menggunakan apapun yang bisa dilakukan. Dalam pikiran mereka batasan perilaku adalah langit. Itu sebabnya mereka bebas melakukan apa saja sepanjang mereka tidak melanggar aturan partainya. Sayangnya, tidak ada pula partai yang benar-benar secara eksplisit mencantumkan batas-batas moralitas termasuk korupsi.

Memang ada kesan bahwa kembali kepada yang bersangkutanlah semua perilaku tersebut. Namun harus dimengerti bahwa masyarakat kita sudah tidak dapat lagi dibodoh-bodohi. Parpol yang terkesan hanya menjadi ”preman”, sudah ditandai oleh masyarakat. Dan mereka yang ingin mengakhiri karir dengan cara yang tidak santun, pastilah akan menuai hukuman politik dari masyarakat.

Urat malu dan kehormatan memang amat langka ada parlemen. Mereka sama sekali jauh dari keinginan itu. Bagi mereka, menjadi anggota parlemen adalah kebebasan melakukan apapun, mendekati istilah ”serigala” sebagaimana yang dilontarkan oleh Prof. JE Sahetapy.

Sistem politik kita tidak seperti di Amerika, yang jika melakukan asusila, bisa tergusur karena dianggap mempermalukan masa depan partai. Di sini, harus dibangun sistem serupa supaya setiap tindakan harus dipertanggung-jawabkan kepada parpolnya sendiri. Parpol harus menegaskan bahwa tindak tanduk setiap anggotanya akan menentukan hidup matinya parpol tersebut.

No comments: